Lahirnya ekonomi Islam disebabkan oleh dua faktor. Pertama, ajaran agama yang melarang riba dan menganjurkan sadaqah. Kedua, timbulnya surplus dollar dari negara-negara penghasil dan pengekspor minyak dari Timur Tengah dan negara-negara Islam di mana mereka pada akhirnya membutuhkan institusi keuangan Islami untuk menyimpan dana mereka. Di Indonesia ekonomi syariah mulai dikenal sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Selanjutnya ekonomi berbasis syariah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Pada dasarnya, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah menjadi kewajiban bagi Indonesia untuk menerapkan ekonomi syariah sebagai bukti ketaatan dan ketundukan masyarakatnya pada Allah dan Rasulnya. Sekarang, penerapan hukum syariah bukan hanya terbatas pada bank-bank saja, tapi sudah menjalar ke bisnis asuransi, bisnis multilevel marketing, koperasi bahkan ke pasar modal. Para investor Muslim kini tidak perlu susah-susah lagi untuk menanamkan modalnya pada suatu jenis usaha, karena Bursa Efek Jakarta sudah memiliki Jakarta Islamic Index yang memuat indeks saham-saham yang masuk katagori halal.
Meski demikian, harus diakui bahwa selama lebih dari satu dasawarsa di tengah makin berkembangnya institusi ekonomi berbasiskan hukum Islam, masih banyak umat Islam di Indonesia yang belum memahami dan mengenal perekonomian yang berbasis syariah secara menyeluruh. Walaupun di sisi lain, MUI sudah mengeluarkan fatwa haram atas bunga bank yang menjadi acuan bagi umat Islam di Indonesia agar memilih institusi keuangan yang tidak menerapkan sistem bunga. Perjalanan waktu menunjukkan, bahwa ekonomi syariah bisa menjadi pilihan untuk mengatasi masalah umat yang saat ini masih mengalami krisis ekonomi.
Adalah menjadi tantangan bagi para pelaku ekonomi untuk lebih meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah, karena jika mereka memahami maka bukan tidak mungkin akan terjadi perubahan yang luar biasa, dimana nilai-nilai kejujuran, keadilan, transparansi dan seluruh aspek spiritual menjiwai semua kegiatan bisnis/transaksi ekonomi masyarakat.
PRAKTISI DAN PELAKU BANK SYARIAH HARUS LEBIH KREATIF? Produk dan jasa bank syariah harus digali dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Para bankir syariah dituntut untuk inovatif. Mereka tidak boleh terpaku pada produk-produk bank konvensional. Kesadaran penuh harus dimiliki oleh bankir syariah, bahwa tidak selalu produk dan jasa yang ada di bank konvensional harus juga ada pada bank syariah. Sejatinya produk dan jasa bank syariah mesti digali dari dalam sendiri dan dikembangkan secara kreatif berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, produk dan jasa tersebut dapat membumi namun tanpa menyimpang dari prinsip syariah.
Pada dasarnya, rentang kegiatan usaha bank syariah jauh lebih luas dibandingkan dengan bank konvensional. Selain tidak melakukan penyimpangan terhadap prinsip-prinsip syariah, bankir syariah juga harus menghindar untuk melakukan rekayasa agar produk-produknya seolah-olah memenuhi prinsip-prinsip syariah, sehingga dapat mengelabui masyarakat dan juga dirinya sendiri. Khusus terhadap prinsip-prinsip syariah, bankir syariah harus sepenuhnya konsisten terhadap prinsip-prinsip syariah. Sebab, umumnya di dunia ini kegagalan bank syariah dapat terjadi karena ketidakkonsistenan dalam menjalankan prinsip-prinsip syariah.
Berkait dengan itu, peran dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) sangat menentukan dalam mengawasi operasi bank syariah agar tetap memenuhi prinsip-prinsip syariah. Praktisi perbankan syariah jangan mengira bahwa bank syariah tidak akan pernah dilikuidasi atau meyakini it`s too holy to fail (lembaga ini terlalu suci untuk dibubarkan ) seperti keyakinan bank-bank besar umumnya di berbagai negara akan it`s too big to fail (terlalu besar untuk ditutup). Kreativitas terhadap ragam produk yang ditawarkan Bank Syariah juga menjadi tantangan tersendiri. Produk SHAR’E dari Bank Muamalat Indonesia menjadi contoh positif suksesnya produk bank syariah. Bank BTN Syariah Yogyakarta, bahkan melakukan pemasaran yang berbeda dibandingkan bank-bank syariah lainnya, yakni memasarkan ke masyarakat non muslim. Karena sejatinya Bank Syariah adalah suatu sistem baru dalam transaksi perbankan, yang secara universal diakui oleh dunia sebagai sistem yang lebih adil, jujur, terbuka dan mumpuni. Oleh karena itu Praktisi bank syariah harus bisa bekerja cerdas dalam menghadapi persaingan, insya Allah dengan bekerja lebih keras dan ikhlas, niscaya bank syariah bisa diterima masyarakat lebih luas lagi.
KENDALA PENGEMBANGAN EKONOMI SYARIAH
Meski sudah menunjukkan eksistensinya, masih banyak kendala yang dihadapi bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Soal pemahaman masyarakat hanya salah satunya. Kendala lainnya yang cukup berpengaruh adalah dukungan penuh dari para pengambil kebijakan di negeri ini, terutama menteri-menteri dan lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan ekonomi. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pada masa kampanye pemilu kemarin menyatakan mendukung ekonomi syariah, belum sepenuhnya mewujudkan dukungannya itu dalam bentuk program kerja tim ekonomi kabinetnya. Berkaitan dengan hal itu, keberpihakan pemerintah terhadap ekonomi syariah sangat penting, karena hal ini bukan semata-mata menyangkut mayoritas umat Islam di Indonesia tapi berkaitan dengan masalah stabilitas ekonomi nasional.
Kendala lainnya adalah masalah regulasi. Penerapan syariah yang makin meluas dari industri keuangan dan permodalan membutuhkan regulasi yang tidak saling bertentangan atau tumpang tindih dengan aturan sistem ekonomi konvensional. Para pelaku ekonomi syariah sangat mengharapkan regulasi untuk sistem ekonomi syariah ini bisa memudahkan mereka untuk berekspansi bukan malah membatasi. Saat ini, peraturan tentang permodalan masih menjadi kendala perbankan syariah untuk melakukan penetrasi dan ekpansi pasar. Kenyataan di lapangan menunjukkan, bahwa para pelaku ekonomi syariah masih menghadapi tantangan berat untuk menanamkan prinsip syariah sehingga mengakar kuat dalam perekonomian nasional. Ekonomi Syariah tidak semata-mata ditujukan kepada umat Islam, tetapi ditujukan pula kepada non Islam. Nilai-nilai yang terkandung di dalam ekonomi syariah bersifat universal seperti keadilan, transparansi, kejujuran, maju dan sejahtera bersama.
BANK SYARIAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT?
Bank Syariah adalah tulang punggung berkembang atau tidaknya ekonomi syariah. Oleh karena itu kegagalan bank syariah bisa dibaca sebagai kegagalan ekonomi syariah. Ada sejumlah alasan mengapa institusi keuangan konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem syariah, antara lain pasar yang potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan kesadaran mereka untuk berperilaku bisnis secara Islami. Potensi ini menjadi modal bagi perkembangan ekonomi umat di masa datang. Selain itu, terbukti bahwa institusi ekonomi yang menerapkan prinsip syariah, mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Di sektor perbankan saja misalnya, sampai tahun 2010 nanti jumlah kantor cabang bank-bank syariah diperkirakan akan mencapai 586 cabang. Prospek perbankan syariah di masa depan diperkirakan juga akan semakin cerah. Bank-bank yang ada sekarang bisa memanfaatkan kebijakan dihilangkannya Batas Minimum Penyaluran Kredit (BMPK) untuk melakukan penyertaan pada bank lain. Ini satu kesempatan bagi bank untuk membuka unit-unit syariah. Misalnya bank A yang merupakan bank konvensional, dia bisa melakukan penyertaan di bank syariah tanpa dibatasi oleh BMPK. Di masa lalu batasnya 10 persen, sekarang tidak ada lagi.
Selain perbankan, sektor ekonomi syariah lainnya yang juga mulai berkembang adalah asuransi syariah. Prinsip asuransi syariah pada intinya adalah kejelasan dana, tidak mengadung judi dan riba atau bunga. Sama halnya dengan perbankan syariah, melihat potensi umat Islam yang ada di Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Dalam sepuluh tahun ke depan diperkirakan Indonesia bisa menjadi negara yang pasar asuransinya paling besar di dunia. Seorang CEO perusahaan asuransi syariah asal Malaysia, Syed Moheeb memperkirakan, tahun 2008 mendatang asuransi syariah bisa mencapai 10 persen market share asuransi konvensional.
Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi konvensional hanya 22,7 persen. Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat. Pada akhirnya, sistem ekonomi syariah akan membawa dampak lahirnya pelaku-pelaku bisnis yang bukan hanya berjiwa wirausaha tapi juga berperilaku Islami, bersikap jujur, menetapkan upah yang adil dan menjaga keharmonisan hubungan antara atasan dan bawahan. Bisa dibayangkan kesejahteraan yang bisa dinikmati umat jika penerapan ekonomi syariah ini sudah mencakup segala aktivitas ekonomi di Indonesia. Peluang penerapan ekonomi syariah masih terbuka luas.
Belum lagi munculnya Baitul Maal Wa Tamlil (BMT) yang tumbuh bak jamur di musim hujan, menyemarakkan dinamika perekonomian wong cilik. Bayangkan, rentenir mulai resah dengan hadirnya BMT di pasar-pasar tradisional. Sektor riil bergulir, masyarakat terbantu, BMT bersinergi dengan Bank Syariah, mengucurkan dananya langsung ke masyarakat. Persoalannya sekarang, mampukah kita menjaga dan memanfaatkan peluang yang terbuka lebar itu, untuk mensejahterahkan masyarakat?
Oleh : Hanan Wihasto Pengamat Bisnis Syariah dan Ketua Umum BWC -
Source: http://fossei.org/
No comments:
Post a Comment