Saturday, April 19, 2014

Membumikan Tauhid Sosial ala Amien Rais

Oleh: Hanvitra Dananjaya

Salah-satu pemikiran Amien Rais yang kini banyak dilupakan orang adalah gagasannya mengenai Tauhid Sosial. Pak Amien, begitu beliau dipanggil, mengemukakan gagasannya itu sebelum reformasi 1998. Menjelang kejatuhan Orde Baru, Pak Amien dengan getol mengkampanyekan gagasan tersebut sebagai respon terhadap pembangunan Orde Baru yang penuh kepincangan dan ternyata runtuh setelah 32 tahun berkuasa.

Menurut Pak Amien, Islam bukan hanya agama Tauhid yang berarti meng-Esa-kan Allah semata tetapi lebih dari itu. Di dalam ajaran Tauhid terdapat nilai-nilai sosial yang tinggi seperti keadilan, demokrasi, persamaan, dan pemerataaan. Islam bukan hanya agama langit yang tidak membumi. Sebaliknya Islam membawa keselamatan di dunia dan akhirat. Tauhid sosial ini berarti Islam bukan hanya agama yang melulu mementingkan ritualitas kosong melainkan agama yang berinteraksi dengan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, penindasan, kezaliman, kediktatoran dan lain sebagainya. Ajaran Tauhid sosial juga berarti umat Islam harus berinteraksi dengan berbagai permasalahan sosial dan menanggulanginya. Al-Qur’an dan Al-Hadis tidak melulu bicara soal ibadah tetapi juga bicara mengenangi masalah-masalah sosial. Oleh karena itu seorang muslim yang saleh bukan hanya senang beribadah ritual di masjid-masjid melainkan harus turun ke masyarakat dan ikut berkontribusi menanggulangi berbagai permasalahan sosial.

Menurut Pak Amien, salah-satu kejahatan yang paling besar adalah kediktatoran. Islam dengan jelas menolak kediktatoran. Para diktator disebut dengan “thagut” yang melangkahi kebenaran dan hak asasi manusia. Perlawanan terhadap “thagut” ini adalah jihad sosial. Menurut Pak Amien, berbagai permasalahan sosial di Indonesia adalah persoalan struktural. Jadi berbagai permasalahan sosial bukan murni akibat kesalahan masyarakat melainkan karena ada faktor kebijakan negara yang merugikan mereka dan menguntungkan segelintir elit. Negara yang totaliter menciptakan kesenjangan dan penumpukan kekayaan hanya pada segelintir orang. Dalam hal ini, umat Islam di Indonesia selalu termarjinalkan karena adanya kebijakan negara yang meminggirkan umat Islam dari panggung politik dan ekonomi.

Secara tidak langsung, Pak Amien menuding Pak Harto sebagai thagut itu. Menurut info yang beredar, Pak Harto sangat membenci Amien Rais sampai mengutus pembunuh bayaran juga. Presiden Soeharto begitu dimuliakan sehingga tidak ada yang berani menunjukkan kesalahannya itu. Almarhum Presiden Soeharto mengeluarkan kebijakan yang menyudutkan peran umat Islam dalam pembangunan. Pembangunan Orde Baru dinilai telah timpang dan berat sebelah. Kesenjangan kaya dan miskin begitu lebar.

Hingga hari ini, kita masih bisa menyaksikan apa yang disinyalir oleh Pak Amien masih berlangsung. Gagasan tentang Tauhid Sosial masih relevan untuk diterapkan. Sebagai sebuah gagasan, Tauhid Sosial perlu dibumikan. Untuk membumikannya, kita perlu membuka Al-Qur’an dan Al-Hadis serta teori-teori sosial modern. Kita membutuhkan riset ilmu sosial yang bisa menganalisa permasalahan sosial secara komprehensif. Walaupun Al-Qur’an dan Al-Hadis bukan kitab ilmu sosial, akan tetapi gejala kepincangan sosial telah ada selama berabad-abad. Dalam sejarah para nabi dan rasul, ajaran mengenai keadilan sosial sangat ditekankan dalam berbagai bentuk. Al-Qur’an dan Al-Hadis dapat menjadi referensi moral bagi penanggulangan masalah-masalah sosial.

Tauhid sosial bermakna adanya keberpihakan kaum muslimin kepada kaum tertindas atau termarjinalkan. Hal ini sangat penting mengingat yang pertama kali mengikuti ajaran para Rasul adalah kaum yang terpinggirkan. Begitu juga dengan Nabi Muhammad ketika menyampaikan risalahnya, yang mengikuti pertama kali adalah orang-orang miskin dan tertindas, bukan orang-orang kaya dan bangsawan. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk mencintai kaum miskin dan tertindas, karena ada sistem yang menyebabkan mereka menjadi seperti itu.

Keadilan adalah salah-satu nilai Islam yang paling tinggi. Rasulullah tidak hanya datang untuk mengajarkan nilai-nilai spiritual, tetapi juga membentuk masyarakat yang berperadaban. Keadilan adalah salah-satu pilar peradaban itu. Rasulullah SAW membawa ajaran yang merombak sistem sosial masyarakat Arab pada waktu itu yang sangat kental dengan ketidakadilan. Rasulullah membawa semangat perubahan. Islam bukan hanya agama spiritual tetapi juga agama keadilan, persamaan, dan kemanusiaan.

Dalam hal ini, Rasulullah menekankan bahwa Islam bukan melulu ritual belaka, melainkan agama yang membawa perubahan moral. Islam adalah agama yang lengkap. Sisi spiritual harus berbarengan dengan sisi material. Sepertinya, Pak Amien Rais terpengaruh oleh pemikiran Ali Syariati dan teologi pembebasan.

Selama ini umat Islam di Indonesia menjadi obyek dari penindasan. Selama Orde Baru, umat Islam hanya dijadikan bemper oleh penguasa. Penguasa selalu memanfaatkan umat Islam untuk kepentingan politiknya sendiri. Umat Islam di Indonesia melulu menitikberatkan pemahaman agamanya pada sisi spiritual. Umat Islam tidak bisa bertindak lebih jauh karena sistem sosial dan politik yang mengungkung mereka. Almarhum Gus Dur, menurut Abdul Hadi W.M, juga pernah mengkritik anggapan sebagian pemuka Islam yang menitikberatkan pengamalan Islam hanya pada ibadah ritual.

Lagi-lagi masalah politik mengganjal di sini. Penguasa di Indonesia selalu pro-Barat. Mereka rela mengemis kepada IMF untuk minta tambahan hutang. Demokrasi di Indonesia menciptakan korupsi dan kolusi dalam jenisnya yang baru.

Menurut hemat saya, gagasan mengenai Tauhid Sosial masih sangat relevan untuk Indonesia. Jangan sampai gagasan ini terkubur begitu saja. Gagasan Tauhid Sosial sangat penting untuk membangun negeri ini. Dan umat Islam harus menjadi pendukungnya. Walaupun sejarah terasa pahit namun bukan berarti kita tidak bisa mengubah masa depan. Ada baiknya kita mengingat pesan Ibnu Taimiyyah, “Allah akan menyokong suatu pemerintah yang adil walaupun kafir, sedangkan Allah tidak akan menyokong suatu pemerintahan yang tidak adil, walaupun muslim.” Wallahu a’lam bisshowab. [politik.kompasiana]


No comments:

Post a Comment