Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan Daftar Calon Tetap (DCT) wakil rakyat yang akan dipilih dalam Pemilu 2014 mendatang. Untuk anggota DPR-RI, ada 6.608 caleg yang akan bertarung. Sementara yang akan duduk di Senayan hanya 560 orang. Jika kita mencermati angka DCT dengan jumlah orang yang akan duduk atau terpilih tentulah sangat tidak berimbang. Itu artinya, banyak DCT yang akan gugur alias tidak akan terpilih daripada yang terpilih.
Inilah yang menjadi persoalan. Sebagai pemilih kita dihadapkan pada persoalan harus memilih. Sementara untuk memilih bukanlah persoalan gampang. Apalagi memilih orang yang akan duduk di DPR-RI dan DPRD Provinsi serta kabupaten/kota. Sebab kalau kita salah pilih, maka lima tahun ke depan kita akan berada dalam suatu kondisi yang serba salah; mandeg, statis, vakum dan tidak berkeadaban.
Karena mereka yang mempunyai kebijakan anggaran, legislasi, dan pengawasan tersebut tidak akan berperan sebagaimana yang kita harapkan. Mereka hanya akan datang, duduk, dengar dan kemudian menerima duit. Atau sebaliknya, mereka hanya membuat kebijakan yang menguntungkan diri dan kroninya. Sementara para DCT akan terus mengkampanyekan dirinya dengan berbagai cara agar ia dianggap sosok yang paling pantas dan layak untuk dipilih.
Apa pertimbangkan kita dalam memilih wakil rakyat 2014 mendatang? Tidak gampang menjawabnya, selain karena masing-masing kita sebagai pemilih sudah memiliki anggapan-anggapan sendiri-sendiri. Juga dikarenakan memang tidak ada standar, kualifikasi dan kapasitas khusus bagi seseorang yang layak untuk dipilih jadi wakil rakyat. KPU sama sekali tidak memberikan rambu-rambu. Semuanya diserahkan kepada pemilih.
Bagi mereka yang berafiliasi dengan partai, maka pertimbangan partailah yang akan didahulukan dalam menentukan pilihan. Tidak menjadi persoalan, kalau pun calonnya kurang baik. Yang penting ia berasal dari partai sendiri. Bagi seorang pengusaha maka ia akan memilih seseorang yang kira-kira mau memperjuangkan kepentingan usahanya. Tidak persoalan, apakah ia layak atau tidak.
Bagi rakyat kecil, yang penting siapa yang akan memberi uang yang lebih banyak, maka itulah yang akan dipilih. Tidak soal apakah ia akan mampu mengakomodiri aspirasi dan perbaikan nasibnya nanti. Karena yang ada dalam pikirannya, inilah saatnya kita untuk dapat menikmati uang dengan gampang. Setelah itu tidak mungkin lagi. Karena mereka yang terpilih akan terus memperjuangkan kepentingan pribadi mereka.
Sementara itu, situasi bangsa, negara dan masyarakat berada dalam kondisi terpuruk. Nilai rupiah terus mengalami pelemahan. Harga-harga barang terus mengalami kenaikan. Ketergantungan dengan dunia luar terus mendera kita. Kita hanya sebagai boneka luar dalam politik dan perekonomian. Dalam konteks budaya kita mengalami keterjajahan budaya yang luar biasa. Berbagai acara, kegiatan dan pola hidup dari dunia luar kita mamah semuanya.
Maka tidak heran saat MUI menolak acara kontes Miss World, banyak pihak yahg justru tidak setuju. Karena kita memang sudah terjajah secara budaya. Dalam konteks produk makanan, pakaian dan gaya hidup, kita belum merasa menjadi “orang” kalau belum memakan, minum dan berpakaian sebagaimana dilakukan dunia luar, terutama Barat. Maka narkoba, perselingkuhan dan kawin cerai serta lainnya terus merebak menjadi pilihan gaya hidup sebagian masyarakat kita. Akibatnya, terjadilah berbagai krisis sosial dan kemanusiaan.
Dalam suasana yang demikian, maka pertimbangan kita dalam memilih wakil rakyat tentunya tidak pas jika didasarkan pada politik uang, dinasti atau figur. Namun, harus didasarkan atas pertimbangan nasib bangsa, daerah, dan masa depan masyarakat yang masih tertindas dalam soal ekonomi dan sosial. Sebagai pemilih yang cerdas dan mandiri, kita mestinya memilih wakil rakyat yang dapat mengangkat derajat bangsa dan negara dari keterjajahan politik, ekonomi dan budaya.
Kita mestinya, memilih wakil rakyat yang mau mendengar, memperhatikan dan bersama-sama memperbaiki nasib rakyat. Bukan mereka yang membeli suara, menjual citra diri dan ‘shaleh’ secara instan. Kita mestinya tidak tertipu oleh citra diri yang dibangun melalui media, keshalehan instan dan keramahtamahan yang bersifat pura-pura.
Mengingat wakil rakyat adalah wakil kita, maka dalam memilihnya kita paling tidak berpegang pada kriteria tertentu. Pertama, ia mestinya seiman. Hal ini penting sebab dalam Islam, salah satu tujuan bersyariat (maqasyid syariah) adalah menjaga dan menyelamatkan iman kita. Karena itu, kita sangat berkepentingan terhadap wakil rakyat yang mampu menjaga dan menyelamatkan iman kita.
Karena mereka memiliki hak anggaran dan legislasi, jangan sampai kebijakan anggaran dan legislasi justru menghancurkan iman umatnya. Kedua, mereka yang berpikir merdeka, mandiri dan mencintai bangsa dan tanah airnya. Sebab kita saat ini dihadapkan pada keterjajahan ekonomi, politik dan budaya. Jika dalam hal ini kita lengah, maka kita akan menjadi bangsa budak di kemudian hari. Oleh karenanya, kita memerlukan wakil rakyat yang mandiri, merdeka dan kuat kecintaannya pada bangsa dan tanah air.
Ketiga, mereka yang dekat dengan rakyat. Dekat dalam arti mau memahami dan membantu penyelesaian masalah-masalah besar di kalangan orang kecil. Selama ini, wakil rakyat hanya dekat dengan masalah yang dihadapi orang besar seperti proyek, bantuan sosial (bansos), dan pembagian kekuasaan. Ke depan, kita memerlukan wakil rakyat yang dekat dengan masalah besar di kalangan orang kecil. Seperti masalah kemiskinan, keadilan, kebodohan dan keterbelakangan. Kedekatannya bukan karena mau dipilih saja, melainkan karena selama ini memang ia dekat dan memiliki komitmen untuk perubahan dan perbaikan nasib rakyat kecil.
Keempat, yang kita pilih adalah mereka yang negarawan, bukan mereka yang akan mencari pekerjaan atau penghidupan di DPR/DPRD. Seorang negarawan mesti terpanggil untuk mengayomi, melindungi dan mengambil risiko yang dihadapi masyarakat dan negaranya. Bukan justru lari dari persoalan yang dihadapi rakyatnya. Bukan sosok yang akan melanggengkan kekuasan pribadi dan dinastinya. Bukan pula orang yang menjajakan diri, bahwa ia baik dan pantas dipilih. Bukan pula orang ingin memuluskan agenda proyeknya.
Kelima, yang memiliki integritas dan pendidikan yang jelas jenjang dan alurnya. Tidak jarang kita jumpai calon wakil rakyat yang tak jelas riwayat pendidikannya. Tiba-tiba bergelar Dr, MM, M Si, S.Sos dan seterusnya tanpa kita tahu kapan dan di mana ia mengikuti dan menyelesaikan kuliah S1 dan S2-nya. Karena itu, kita minta KPU dan Bawaslu untuk memvalidasi dan memverikasi soal status pendidikan dan ijazah yang mereka miliki. Hal ini penting, sebab selama ini keberadaan pendidikan yang tak jelas telah menghancurkan dunia pendidikan kita.
Keenam, pilihlah mereka yang memiliki kontribusi dan pengabdian yang jelas dan terukur dalam masyarakat. Bukan mereka yang tiba-tiba menjadi dermawan, tiba-tiba sangat shaleh, tiba-tiba sangat aktif dalam kegiatan masyarakat. Pilihlah mereka yang telah lulus seleksi alam dalam kiprah kehidupan masyarakat.
Itulah beberapa kriteria yang mestinya menjadi panduan kita dalam memilih wakil rakyat kita. Hal ini tidak mudah, karena itu kita perlu jihad sosial dalam politik. Jihad dari politik kualitas rendah menuju politik kualitas tinggi. Tanpa itu, demokrasi hanya akan melahirkan wakil dan pemimpin yang buruk. Demokrasi hanya akan menjadikan orang berkualitas direndahkan oleh mereka yang tidak berkualitas. Itulah pilihan sejarah; jika kita ingin keluar dari kehancuran dan keburukan demokrasi. Wallahu’alam.
***MAJALAH TABLIGH “Pertimbangan Memilih Wakil Rakyat”***
EDISI NO. 05/XI JUMADIL AWAL 1435 HIJRIYAH (MARET 2014)
No comments:
Post a Comment