Monday, March 31, 2014

Amien Rais: Walaupun Aliran Mazhab dan Partai Berbeda, Umat Islam Wajib Bersatu

Jakarta - Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia sudah dekat. Pada 9 April mendatang, bangsa Indonesia akan kembali mengukir sejarahnya untuk memilih partai politik dan calon legislatif. Kemudian disusul dengan pemilihan presiden RI secara langsung untuk periode 2014-2019.

Terlepas dari gejala ketidakpuasan yang dirasakan oleh masyarakat, Pemilu yang merupakan cerminan sebuah negara demokrasi sudah barang tentu menjadi momentum penting bagi bangsa dan negara Indonesia. Tak terkecuali bagi umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di Republik ini, diwajibkan untuk menunaikan hak suaranya dengan memilih pemimpin yang baik, adil dan amanah. Baik pemimpin di lembaga legislatif  ataupun eksekutif.

DIkarenakan politik tidak bisa dipisahkan dari nilai agama, maka para tokoh pemimpin dan ulama Islam mengadakan acara Tabligh Akbar Pengajian Politik Islam di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Jakarta, 30 Maret 2014.
 
Pengajian Politik Islam (PPI) adalah acara yang digagas oleh para ulama dan sejumlah tokoh Islam seperti pimpinan perguruan Islam As-Syafiiyah, KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi'i, Wakil Ketua Umum BKSPPI KH. A. Cholil Ridwan, Ketua Umum DDII KH. Syuhada Bahri dan tokoh YPI Al Azhar Jakarta, KH. Amliwazir Saidi.

Tabligh Akbar Politik Islam merupakan pengajian lintas ormas Islam dan lintas madzhab atau lintas aliran kecuali aliran sesat. Sehingga ruangan masjid Al-Azhar menjadi padat dipenuhi jamaah yang hadir, baik kaum laki-laki maupun kaum perempuan.

Dalam sambutannya, KH. Cholil Ridwan memaparkan tentang latar belakang dibentuknya PPI yang diadakan secara rutin sejak pertengahan tahun 2013. Pengajian ini membahas beberapa kitab penting yang berkaitan dengan masalah politik Islam, seperti kitab “As-Siyasah Asyar’iyyah”, karangan Dr. Khalid bin Ali.

Beliau juga menjelaskan, bahwa pihaknya telah mengundang partai-partai yang berbasis umat Islam, tetapi yang hadir hanya perwakilan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai Bulan Bintang dan PKS yang rencananya akan datang, ternyata tidak ada perwakilan yang datang.

Tapi, tabligh Akbar ini dihadiri oleh beberapa tokoh masyarakat dan politisi penting umat Islam, yaitu  Prof. Dr. Amien Rais (Penasehat PP Muhammadiyah), Prof. Dr. Jimly Assidiqie (Mantan Ketua MK), Dr. Fuad Bawazier (Ketua DPP Hanura), Habib Muhammad Rizeq Syihab, Lc., MA (Imam FPI) dan  H. Emron Pangkapi (wakil ketua PPP).

Dalam ceramahnya, Jimly Assidiqie yang juga merupakan Dewan Penasehat Yayasan Al-Azhar dan Dewan Kehormatan Pengawas Pemilu 2014 menghimbau kepada seluruh jamaah agar tidak golput. “Gunakanlah hak suara dengan sebaik-baiknya pada pemilu pileg dan pilpres mendatang.” Tegasnya.

Sejatinya, Jimly juga mendukung fatwa yang telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia, bahwa golput (tidak memilih) adalah haram. Alasannya, fatwa ini telah memberikan dorongan moral untuk Indonesia menjadi lebih baik.

Menyinggung peraturan kampanye, mantan Ketua MK ini menegaskan, bahwa ada tiga tempat utama yang tidak dibenarkan untuk melakukan kegiatan kampanye, yaitu tempat ibadah, lembaga pendidikan dan institusi-institusi pemerintah. 

Lebih lanjut, Ahli konstitusi negara ini juga menekankan kepada masyarakat khususnya peserta parpol agar berkampanye dengan cara jantan dan positif. Jauhi segala bentuk kampanye negatif dan kampanye hitam. Dalam pandangannya, ada tiga jenis kampanye yang harus diperhatikan. Pertama kampanye positif, yaitu kegiatan yang mengajak dan mendorong orang lain untuk ikut serta dalam Pemilu sehingga tidak golput. Kedua kampanye negatif, yaitu kegiatan yang dengan sengaja mengajak atau memaksa orang  orang lain untuk memilih partai tertentu. Dan ketiga adalah kampanye hitam, suatu kegiatan kampanye dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika, seperti menghina dan memfitnah lawan politiknya.

Sedangkan Prof. Dr. Amien Rais yang memang didaulat sebagai penceramah utama pada Tabligh Akbar PPI ini memaparkan tentang isu-isu politik dunia Islam, seperti yang terjadi di negara-negara Islam Timur Tengah dan politik di tanah air yang masih sangat jauh dari nilai-nilai keadilan.

Menurutnya, terlepas dari segala kesalahannya, kematian tragis yang terjadi pada pemimpin Iraq, Sadam Husein dan pemimpin Libya, Mu’amar Qadhafi tidak lain adalah bentuk konspirasi politik jahat Amerika dan sekutunya yang ingin menjatuhkan harga diri pemimpin umat Islam di mata dunia. Seraya mengutip firman Allah SWT yang mengatakan, bahwa orang Yahudi dan Nasrani itu tidak akan pernah senang kepada agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Amien juga mengingatkam kembali kepada para jamaah mengenai pentingnya menegakkan keadilan di tanah air ini, terutama keadilan di sektor ekonomi  yang masih berpihak kepada para pengusaha asing. “BUMN dan Pertamina yang sebetulnya adalah perusahaan raksasa Negara yang paling strategis dalam menciptakan keadilan ekonomi bagi rakyat. Namun keadilan itu masih sangat jauh, sebab hingga detik ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang menerima royalti hasil tambang paling rendah. Negara ini hanya menerima 1 persen keuntungan dari total hasil tambang yang dikeruk pihak asing.” Uangkapnya.

Oleh sebab itu, dalam menghadapi pemilu 2014 ini, sang lokomotif reformasi ini menyampaikan harapannya di  hadapan ribuan jamaah Tabligh Akbar Masjid Al-Azhar. “Mudah-mudahan arah politik umat Islam dapat disatukan, walaupun aliran mazhab dan partainya berbeda.” Harapnya.

Pengajian Tabligh Akbar ini ditutup dengan do’a serta pembacaan ikrar (konsensus) yang dipandu langsung oleh Habib Rizieq. Di antara isi ikrar ini adalah dukungan penuh untuk mengajukan calon presiden pada pemilu tahun ini. [Imron Baehaqi].

Ayo Download: Lagu 'Padamu Nasyiah'

"Padamu Nasyiah"

Padamu Nasyiah, bangsa ini berharap.
Menjadi pelita, penerang gelap gulita.
Padamu Nasyiah, umat rindu menanti.
Peran dan kiprahmu, jadi pandu ibu pertiwi.
Majulah engkau ke depan, pemimpin puteri teladan.
Jangan kau ragu berjuang, untuk kejayaan bangsa.
Mantapkan gerak aksi mu, berjuang utk rakyatmu.
Menjadikan Indonesia, jaya makmur sentosa.
# Silahkan download lagunya disini: PadamuNasyiah.mp3

Kisah Buya Sutan Mansur Mengawasi Sholat KH Ahmad Dahlan

Meneladani Kepemimpinan Tokoh-tokoh Muhammadiyah


Berikutnya, saya akan mengungkapkan dua figur di Muhammadiyah. Pertama, pendiri Mu-hammadiyah sendiri, kaitannya dengan masalah keteladanan, yaitu kisah Kyai Haji Ahmad Dahlan ketika memberi pengajian di Pekajangan Pekalongan. Ketika beliau sedang asyik me-nyampaikan pengajiannya, datang seorang alim, orang itu tertegun melihat pembicaraan Kyai Ahmad Dahlan. Baru sekali itu ia mendengar ada orang Jawa bisa berceramah seperti itu. Diperhatikannya secara seksama wajah dan gerak gerik serta mimik Kyai Dahlan ketika memberi pengajian tersebut. Ia lalu berpendapat bahwa Kyai Dahlan adalah seorang yang sangat alim, apalagi kemudian Kyai Dahlan mengaku sebagai seorang pimpinan organisasi Muham-madiyah yang baru didirikannya di Yogyakarta. Nampaknya, orang itu belum puas. Tanpa sepengetahuan Kyai Dahlan diikutinya Kyai Dahlan ketika kembali ke Yogyakarta. Dicari tahunya tempat biasanya Kyai Dahlan melak-sanakan. Shalat. Lalu, setengah jam sebelum Shubuh ia sudah menuju tempat tersebut untuk mengetahui jam berapa Kyai Dahlan datang ke Masjid. Ternyata Kyai Dahlan sudah berada di Masjid itu. Orang itu mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengungkapkan komentarnya: “Pantas kalau Kyai Dahlan mengaku sebagai pimpinan Muhammadiyah”. Orang yang meng-awasi Kyai Dahlan itu tidak lain adalah Buya AR Sutan Mansur muda.

Masalah shalat, kelihatannya adalah soal sepele. Namun, tampaknya dalam hal inilah tolok ukurnya orang yang shaleh dan alim itu dapat dilihat. Keteladanan Kyai Dahlan dalam hal inilah yang antara lain menyebabkan banyak orang Minang kemudian masuk ke organisasi Muhammadiyah dan menyebarkan Muham-madiyah ke luar Jawa, sebab mereka terkenal sebagai para perantau. Buya Hamka adalah salah satu contohnya. Bertahun-tahum beliau me-ngembangkan Muhammadiyah di Pasangkayu Sulawesi Selatan. Kemudian Ghozali Sahlan, masuk ke belantara Sulsel dalam waktu yang cukup lama. Ini yang saya tahu persis bagai-mana orang Minang mengambil peran dalam Muhammadiyah di luar Jawa, yang berawal dari masalah keteladanan Kyai Dahlan di atas.


Khittah Perjuangan Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu'amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-'alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.

Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan "Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur".

Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).

Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis daripada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah. Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan (power struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara.

Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan (organisasi kemasyarakatan) yang mengemban misi da'wah amar ma'ruf nahi munkar senantiasa bersikap aktif dan konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi nasional sesuai dengan khittah (garis) perjuangannya serta tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi kritis yang dialami oleh bangsa dan negara. Karena itu, Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan pada khittah perjuangan sebagai berikut:

Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.

Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya "Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur".

Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis.

Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945.

Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma'ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.

Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma'ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.

Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.

Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq al-karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar.

Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban. [sp/tablighpp ]

Sunday, March 30, 2014

Gereja dan Misi Kristenisasi


“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 109)
Dr. Walter Bonar Sidjabat pernah menulis fungsi gereja dalam kaitannya dengan misi kristenisasi. Walter mengatakan, “…Guna penuaian panggilan inilah gereja-gereja kita berserak-serak di seluruh penjuru Nusantara agar rakyat yang bhineka tunggal ika, yang terdiri dari penganut berbagai agama dan ideologi dapat mengenal dan mengikuti Yesus Kristus.” [Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini]
Kalimat tersebut di atas dikutip oleh Ustadz Adian Husaini dalam Catatan Akhir Pekan beliau yang berjudul “Untuk Apa Gereja Dibangun?”. Sedangkan Dr. Walter Bonar Sidjabat adalah seorang tokoh Kristen Batak.
Menurut Adian, jika mengikuti pemikiran tokoh Kristen Batak ini, bisa dipahami bahwa kehadiran sebuah gereja bagi kaum Kristen bukanlah sekedar persoalan “kebebasan beribadah” atau “kebebasan beragama”. Banyak kalangan Muslim dan mungkin juga kaum Kristen sendiri yang tidak paham akan eksistensi sebuah gereja. Pendirian sebuah gereja bukan sekedar pendirian sebuah tempat ibadah, tetapi juga bagian dari sebuah pekerjaan Misi Kristen; agar masyarakat di sekitarnya “mengenal dan mengikuti Yesus Kristus”. Oleh karena itu, tepat jika dikatakan pendirian sebuah gereja terkait erat dengan misi kristenisasi.
Apabila sebuah masjid dibangun karena kebutuhan sejumlah masyarakat muslim di lingkungan tersebut untuk shalat dan ibadah lainnya secara berjama`ah, maka sebuah gereja bisa dibangun tanpa keberadaan sejumlah anggota jemaatnya. Faktanya memang demikian, mereka bisa membangun sebuah gereja yang besar meskipun di lingkungan sekitar hanya ada 1 keluarga jemaat gereja. Karena tujuan utama pembangunan gereja bukanlah untuk beribadah bersama sejumlah anggota masyarakat di lingkungan sekitar. Akan tetapi lebih kepada kepentingan mengkristenkan masyarakat setempat.
Strategi Pembangunan Gereja
Menurut Ustadz Bernard Abdul Jabbar, pembangunan gereja merupakan salah satu upaya strategis untuk melakukan kristenisasi. Ustadz Bernard, yang notabene mantan misionaris ini tentu paham betul apa saja modus dan strategi pihak Kristen untuk menjalankan misinya.
Menurut beliau, paling tidak ada tiga tahapan kristenisasi. Pertama, memberikan bantuan dana (donate now); Kedua, memberikan pelayanan dan melayani (opportunies to serve); Ketiga, mengajak bergabung dalam ritual (join us in prayer).
Tahapan-tahapan itu dijalankan dengan beberapa modus dan strategi, yaitu: Penyamaran Identitas, Aksi Bantuan Sosial, dan Pembangunan Gereja.
Gereja dibangun sebagai pusat operasi berbasis sosial kemasyarakatan dan lintas kultural. Gereja didirikan dengan pola gerakan rahasia sehingga masyarakat, umat ini tidak menyadari bahwa di wilayah tempat tinggal mereka sedang terjadi proses pembentukan aktivitas kristenisasi terselubung. Biasanya, masyarakat baru menyadari hal ini ketika gereja sudah berdiri tegak, eksis dengan program-programnya, memiliki jaringan yang kuat dan sudah berhasil menciptakan ketergantungan sosial-ekonomi.
Sebelum mendirikan sebuah gereja, tahapan yang harus dilakukan adalah membentuk Persekutuan Rumah Tangga (PERMATA). PERMATA bermula dari pertemuan do’a kecil atau serikat do’a internal. Bisa juga berbentuk persekutuan rumah tangga dari beberapa jemaat gereja. Jika tahapan ini berhasil luput dari pantauan masyarakat, maka selanjutnya didirikanlah ‘gereja perintis’, dan kemudian menjadi ‘gereja satelit’. Gereja Satelit adalah gereja penopang dari induk gereja yang ada di kota tersebut. Jika hal ini berhasil dicapai, maka selanjutnya adalah mendirikan gereja permanen.
Menghalalkan Segala Cara
Untuk mewujudkan misi mereka dalam mendirikan gereja, mereka bisa melakukan apa saja. Sebagaimana sudah kita kenal, misi Kristen diemban dengan melakukan berbagai cara tipu muslihat dan kejahatan lainnya. Untuk mengkristenkan seseorang, bahkan cara ‘Memacari–Menghamili–Menikahi’ sudah maklum bagi mereka. Seperti itu pula cara untuk membangun gereja. Mereka bisa memalsukan tandatangan, menyogok aparat, mengadu-domba ormas Islam dan memfitnah para tokoh.
Masih menurut Ustadz Adian, sejak awal mula misi dijalankan, Gereja sudah menyiapkan diri untuk melakukan konfrontasi, khususnya dengan umat Islam. Bahkan, konfrontasi itu harus dilakukan dengan mengerahkan jiwa dan raga demi kemuliaan Tuhan.
Kesimpulan beliau bukan tanpa alasan. Tanpa perlu membaca buku tersebut pun kita sudah bisa menyaksikan beberapa kasus terakhir yang menunjukan betap brutalnya misi ini dijalankan. Tengok saja kasus Ciketing di Bekasi dan GKI Yasmin di Bogor. [mrh/tabligh.or.id]

Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah


Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah

1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

2. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.

3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:

a. Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;

b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.

4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:

a. 'Aqidah

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

b. Akhlak

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia

c. Ibadah

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

d. Muamalah Duniawiyah

Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.

5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT: "BALDATUN THAYYIBATUB WA ROBBUN GHOFUR"

Menag: 20 Tahun Terakhir, Gereja tumbuh 133 %, Masjid 63 %

Umat Islam Indonesia sering dipertanyakan sikap toleransi terhadap umat lain. Faktanya, prosentase pertumbuhan tempat ibadah agama lain jauh lebih cepat dibanding ibadah umat Islam.
Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali menyampaikan bahwa berdasarkan data dan fakta yang dimiliki menunjukan dalam 20 tahun terakhir pertumbuhan masjid hanya 63 persen, sementara Gereja Katolik mengalami pertumbuhan 133 persen dan Gereja Protestan hingga 153 persen. Sementara rumah ibadah agama Hindu tumbuh sampai 350 persen, sedang agama Budha tumbuh hingga 450 persen.
Dengan melihat data dan fakta yang ada seharusnya semua pihak bisa bersikap jujur dan terbuka bahwa umat Islam di Indonesia sangat toleran dalam hubungan antar umat beragama.
Selain itu Menag juga menambahkan bahwa salah satu bukti bentuk toleransi adalah Konghuchu yang di negeri asalnya tidak diakui sebagai agama namun di Indonesia diakui sebagai agama meski pengikutnya tidak lebih dari 0,01 persen saja.
Demikian disampaikan Menteri Agama, Suryadharma Ali di hadapan peserta “Silaturahmi Menteri Agama dengan Pondok Pesantren,PTAIS dan Tokoh Masyarakat Jawa Barat” di Kota Bandung, Rabu (26/03/2014).
Atas tuduhan tidak toleransi tersebut Menag mengaku banyak mendapat kunjungan internasional berbagai Negara yang menanyakan akan hal tersebut. Namun dengan tegas dirinya selalu mengatakan bahwa tidak ada masalah soal sikap toleransi umat Islam dengan umat lain. Selama ini hanya salah informasi dan pemberitaan yang tidak seimbang dengan kenyataan.
“Saya pernah didatangi utusan Obama (Presiden Amerika, red) yang menanyakan soal itu. Dengan tegas saya sampaikan sikap toleransi umat Islam di Indonesia terbaik di dunia. Saya kasih bukti, presiden dan wakil presiden Indonesia bergama Islam namun ketika umat agama lain merayakan hari besarnya, seluruh rakyatnya yang mayoritas beragama Islam ikut libur karena tanggal merah. Bahkan presiden dan wakilnya hadir dalam perayaan tersebut sebagai bentuk penghormatan dan sikap toleransi, jadi kurang apalagi? Mendengar penjelasan saya tersebut utusan Obama hanya angguk-angguk kepala,”cerita Menag yang disambut tawa hadirin.
Selain itu menurut Menag upaya mengenyahkan peran ulama dan umat Islam tersebut dilakukan dengan selalu memojokan umat Islam terutama ketika ada tokoh Islam atau umat Islam yang terlibat dalam kasus kriminal terutama kasus korupsi.
Lagi hal ini menurutnya dapat diamati dari pemberitaan yang  tendensius dan berulang.Hal berbeda jika yang tersangkut kasus tersebut umat agama lain.
Menag menambahkan upaya tersebut juga dilakukan oleh LSM-LSM dalam negeri yang rajin mengemukakan data-data sumirnya, seperti ada yang menyebut Jawa Barat (Jabar) merupan daerah paling tidak toleran di Indonesia. Radikalisme tumbuh dari pesantren hingga tuduhan terorisme bagian dari cara menyebarkan Islam.
Ia sangat menyayangkan LSM yang rajin merilis hasil temuan yang konon katanya berdasarkan survey tersebut.
“Kita patut pertanyakan rasa nasionalisme-nya, bagaimana bisa mereka lahir, tumbuh dan besar serta makan minum dari bumi Indonesia namun justru dengan bangga menjelek-jelekan bangsa dan tanah airnya sendiri. Di mana letak nasionalisme?,”tanyanya.
Ia juga menilai adanya wacana dan upaya mengalihkan fungsi dan peran Kemenag dalam urusan haji dengan membentuk Biro Penyelenggara Haji di luar Kemenag (swasta) dengan alasan agar lebih baik dan profesional sejatinya. Menurutnya, ini  adalah bagian dari upaya pencampakan peran itu.
Untuk itu dengan tegas Suryadharma Ali mengatakan jika lembaga tersebut sampai terbentuk maka ia akan mundur dari jabatan Menteri Agama. Ia sendiri berani memastikan jika sampai ditangani lembaga tersebut maka seribu persen penyelenggaraan haji akan kacau.
“Soal agama saya pertaruhkan jabatan saya, contohnya soal Ahmadiyah, sikap saya tegas dan saya siap kehilangan jabatan,”tegasnya yang disambut tepuk tangan hadirin.
Dirinya juga menyayangkan ada tokoh Muslim yang menganggap penyelenggaraan haji negara lain lebih baik daripada Indonesia.
Harusnya, sambung  Menag, kita bangga dengan apa yang telah kita lakukan, kalaupun ada kekurangan maka harusnya diperbaiki bersama. Lagi-lagi Menag mempertanyakan sikap dan rasa nasionalisme.
“Belum lama ini ada pengakuan dari sebuah lembaga di Inggris bahwa penyelenggaraan haji kita terbaik di dunia. Negara lain saja menghargai kerja kita, masak ini ada orang kita justru membanggakan kerja negara lain. Kalau negara lain lebih baik boleh jadi,meningat yang diurusi hanya ribuan atau puluhan ribu jamaah saja,sementara yang kita urus ratusan ribu jamaah,tidak sebanding,”ungkapnya.* [sp/hidayatullah ]

Tajdid, Manhaj Tarjih Dan Produk Hukum Majelis Tarjih Muhammadiyah

Trilogi Fiqih Muhammadiyah ( session 3 ) 
Tahun 2012 lalu dalam Grup Face Book “Muhammadiyah Rukun NU” ada seorang warganya yang menuliskan status yang intinya bahwa Muhammadiyah sekarang berlainan dengan Muhammadiyah dulu. Sang perancang status memimpikan Muhammadiyah yang tidak berubah. Dia tunjukan bahwa dulu Muhammadiyah tunaikan shalat tarawih 23 dan lakukan qunut saat shalat shubuh. Saking bersemangatnya sang penulis status menyebutkan bahwa KH Ahmad Dahlan pernah mengimami shalat tarawih 23 rakaat di Masjid Syuhada. Padahal Masjid Syuhada didirikan tahun 1950 sementara Kyai Dahlan sudah wafat tahun 1923. Sebab yang sama pula yang membuat warga Muhammadiyah di beberapa tempat sekitar Djogja resah karena apa yang mereka praktekkan selama ini tidak sama dengan apa yang pernah dilakukan Kyai Dahlan.

Opini singkat ini hendak menjelaskan bahwa sejak KH Ahmad Dahlan hingga saat ini Muhammadiyah berada dalam satu garis gerak yang sama yaitu gerak tajdid. Tajdidlah yang menjadi buhul gerakan Muhammadiyah sejak KH Ahmad Dahlan hingga sekarang.
Kyai Dahlan yang Memulai Menebar “virus” Tajdid

Sudah sering diuraikan bahwa kata tajdid bagi Muhammadiyah merujuk pada dua pengertian sekaligus. Pertama tajdid bermakna dinamisasi. Kedua, tajdid bermakna purifikasi, pemurnian. Ketika Kyai Dahlan mengoreksi arah kiblat Masjid Gedhe, Kyai sedang lakukan tajdid dalam dua pengertiannya sekaligus. Al-Qur’an dan Hadis mengajarkan bahwa arah wadag shalat kaum Muslimin mesti menuju ke kiblat Baitullah. Untuk mengaplikasikan ajaran Islam itu Kyai gunakan pengetahuan “baru’ yang jarang digunakan oleh ummat Islam saat itu.

Demikianlah Kyai Dahlan memproduksi temuan-temuan tajdid lainnya. Didirikannya organisasi Perempuan bernama Aisyiyah, Hizbul Wathan, Majelis Penolong Kesengsaraan Oemoem. Bersamaan dengan itu Kyai pun lakukan purifikasi praktek ummat Islam kala. Sebagaimana ditegaskan salah satu muridnya bernama KRH, Hadjid (2008) bahwa Kyai berhasil menghilangkan praktek-praktek umat yang tidak diajarkan al-Quran as-Sunah. Kyai memberantas selamatan waktu seorang ibu mengandung tujuh bulan, bacaan mauludan dengan memukul rebana ketika membaca “asyaraqal badru”, shadaqah bernama surtanah saat orang meninggal, selamatan tiga hari, baca tahlil tiap malam ketika orang meninggal sampai 7 hari, selamatan 40 hari, 100 hari, setahun, seribu hari (nyewu), serta bacaan tahlil 70.000 untuk menebus untuk menebus dosa, haul (ulang tahun kematian) dengan membaca tahlil, perayaan 10 asyura dan mengadakan padusan (mandi) serta pergi ke kuburan untuk kirim doa, upacara nishfu sya’ban dengan bacaan-bacaan yang tidak diajarkan as-Sunah, taqlid kepada ulama tanpa tahu dalil-dalilnya, bacaan-bacaan tahlil Qur’an untuk dihadiahkan kepada ahli kubur, mengadakan ziarah kubur pada bulan sya’ban, membaca shalawat khusus tiap malam jum’at dengan gunakan rebana, jimat yang dipakaikan kepada anak-anak, minta keselamatan kepada kuburan dan tawassul kepada Nabi saw.

Disamping praktek-praktek tersebut diatas, KHR Hadjid pun menyebutkan bahwa Kyai Dahlan mengoreksi praktek ummat kala itu yang terbiasa tunaikan shalat qabliyah dua raka’at sebelum shalat jum’at serta adzan dua kali sebelum shalat jum’at (Hadjid, 2008:101).
Majelis Tarjih Muhammadiyah Ambil-alih peran Tajdid

Kenyataan bahwa Kyai Dahlan masih tunaikan sahalat tarawih 23 rakaat serta tunaikan qunut dalam shalat shubuh sama sekali tidak mengurangi virus tajdid yang ditebarnya. Boleh jadi Kyai belum melihat alasan-alasan yang dipandangnya lebih kuat sebagaimana koreksinya untuk shalat dua rakaat sebelum shalat jum’at dan adzan jumat dua kali. Sepeninggal Kyai Dahlan Muhammadiyah terus berkembang ke berbagai daerah dengan penambahan anggota-anggotanya. Bersamaan dengan itu timbul pedebatan di kalangan warga Persyarikatan mana diantara praktek ibadah yang dilakukan ummat yang lebih mendekatai kebenaran, disertai adanya beberapa faham gerakan yang menyusupi Muhammadiyah. Dalam konteks historis seperti itulah Majelis Tarjih Muhammadiyah didirikan pada tahun 1927. Sejak saat itulah peran tajdid yang disemaikan Kyai Dahlan diambil alih oleh Majelis Tarjih yang ketua pertamanya KH Mas Mansur. Sejak saat itu Majelis Tarjih menghasilkan sekian produk hukum yang pada awalnya lebih banyak gunakan spirirt tajdid dalam makna purifikasi. Salah satu produk hukum itu adalah tuntunan shalat malam di bulan ramadlan yang lebih dikenal dengan shalat tarawih yang berjumlah 11 raka’at serta tuntunan untuk tidak tunaikan qunut pada shalat shubuh.

Demikianlah hingga saat ini Majelis Tarjih telah menghasilkan sekian banyak produk putusan serta fatwa yang umumnya dirujuk sebagai tuntunan warga Muhammadiyah serta kaum Muslimin yang bersimpati pada Muhammadiyah. Dari sekian putusan itu ada yang terhimpun dalam sebuh kitab yang lebih dikenal dengan Himpunan Putusan Tarjih dan lebih banyak lagi yang berupa tuntunan yang bersifat tematis yang ditulis dalam satu buku tersendiri seperti al-Amwal fil Islam, Tuntunan Keluarga Sakinah, Tuntunan Adabul Mar’ah fil Islam, Bayi tabung dan Transpantasi, Nikah antar Agama, Hukum Aborsi, Koperasi Simpan Pinjam, Hukum Zakat Profesi dan lain sebaganya. Dalam Munas Tarjih ke 27 yang dilaksanakan di Malang tahun 2010 dihasilkan sekian draf putusan dianatarnya adalah Tuntunan Fiqih al-Ma’un dan Tuntunan Fiqih Perempuan.

Tentang Manhaj Tarjih Muhammadiyah

Tidak sedikit yang salah faham tentang kata tarjih yang digunakan oleh Majelis Tarjih. Dalam Muhammadiyah, tarjih tidak hanya dimknai sebagai sekedar kegiatan memilih suatu pendapat yang dipandang lebih kuat. Tarjih dalam Muhammadiyah mempunyai makna yang lebih luas. Sehingga kata tarjih dalam Muhammadiyah identik dengan kata ijtihad itu sendiri. Dalam lingkungan Muhammadiyah tarjih diartikan sebagai: (1) “setiap aktifitas intelektual untuk merespons realitas sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam, khususnya dari sudut pandang norma-norma syariah.” (2) Oleh karena itu bertarjih artinya sama atau hampir sama dengan melakukan ijtihad mengenai suatu masalah dilihat dari perspektif agama Islam (Syamsul Anwar, 2010). Dalam kegiatan bertarjih itu para ulama Tarjih gunakan prosedur dan tahap fikir yang disebut sebagai Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Prosedur ini menghimpun unsur-unsur yang meliputi wawasan, semangat, sumber, pendekatan, dan prosedur-prosedur tehnis (metode). Dengan demikian Manhaj Tarjih dapat dikatakan sebagai sebagai “kegiatan intelektual untuk merespons berbagai persoalan dari sudut pandang syariah tidak sekedar bertumpu pada sejumlah prosedur teknis an sich, melainkan juga dilandasi oleh semangat pemahaman agama yang menjadi karakteristik pemikiran Islam Muhammadiyah...” (Syamsul Anwar, 2010).

Manhaj Tarjih dari tahun ke tahun mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada masa-masa awal, Majelis Tajih menghasilkan proruk hukumnya lebih banyak memanfaatkan pendekatan tarjih. Ia itu mencari dalil yang lebih kuat diantara dalil-dalil yang ada. Dalam perkembangan lebih lanjut Majelis Tarjih gunakan berbagai pendekatan yang kemudian diklasifikasikan sebagai model ijtihad bayani, qiyasi serta istishlahi. Model ini pun kemudian diperkaya lagi dengan model ijtihad bayani, burhani serta ‘irfani. Aplikasi model-model ijtihad ini dapat diperkaya dengan berbagai temuan keilmuan modern terkait sosiologi, antropologi dan lain sebagainya yang sejalan dengan nafas Islam.

Memperhatikan perjalanan Majelis Tarjih serta produk hukum yang dihasilkannya, tidak menutup kemungkinan Manhaj Tarjih ini akan terus berkembang. Mengantisipasi hal sedemikian, Majelis Tarjih telah membuat semacam ancangan untuk pengembangan manhajnya dengan meletakkan prinisp-priinsip pengembangannya pada tiga ranah yaitu: (1) al-muraa’at (konservasi) artinya pelestarian nilai-nilai dasar yang termuat dalam wahyu untuk menyelesaikan persoalan kehidupan. Ini dilakukan dengan upaya furifikasi atau pemurnian ajaran Islam. Prinsip ini dipraktekkan pada bidang akidah dan ibadah; (2) at-tahdits (modernisasi) artinya upaya pelaksanaan ajaran Islam guna memenuhi tuntutan spiritual ummat sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat. Ini dilakukan dengan melakukan reaktualisasi, reinterpretasi dan revitalisasi ajaran Islam; (3) al-ibtikar (kreasi), penciptaan rumusan pemikiran Islam secara kreatif, konstruktif dalam menyahuti persoalan kekinian. Ini dilakukan dengan menemukan dan menerima nilai-nilai yang tidak bertentangan dengan nilai Islam melalui seleksi yang ketat dan komprehensif (2000).

Menarik untuk dituliskan bahwa seringkali praktek ijtihad para ulama Muhammadiyah lebih mendahului prosedur manhaj tarjih Muhammadiyah. Model ijtihad irfani diputuskan tahun 2000 di Jakarta sementara produk hukum yang bernuansa irfani sudah dihasilkan ulama muhammadiyah jauh beberapa tahun sebelumnya. Misalnya, fatwa Tarjih tentang hukum piligami. Para ulama Muhammadiyah mengakui adanya nas-nas al-Qur’an berkaitan dengan poligami. Namun demikian merekapun menegaskan bahwa dalam berkeluarga ada berbagai kewajiban yang mesti ditunaikan oleh suami. Karena itu difatwakan bahwa meskipun ada kebolehan untuk lakukan poligami, tetapi memperhatikan berbagai kewajiban yang tidak mudah ditunaikan itu kepada suami dituntunkan untuk mempertimbangkan kembali pilihannya untuk lakukan poligami (1992).

Asa untuk Tajdid Majelis Tarjih yang Tawassuth

Mengikuti perjalanan waktu saat ini sering terdengar dua tuduhan yang dialamatkan kepada Majelis Tarjih. Pertama tuduhan liberal, kedua tudingan terlalu ke kanan. Tuduhan kanan, antara lain dengan merujukan pada fatwa Tarjih tentang keharaman rokok yang dihasilkan pada awal tahun 2010. Tentu saja cap kanan kepada Majelis Tarjih itu tidak tepat. Itu tidak saja karena hanya menggunakan satu misal untuk melabeli Majelis Tarjih lebih dari itu cap kanan dengan alasan keharaman rokok sama sekali tidak berdasar. Pembacaan secara seksama terhadap manhaj tarjih yang digunakan dalam menghasilkan fatwa keharaman rokok, memperlihatkan bahwa Majelis Tarjih sangat teliti dalam menrancang produk hukum. Majelis tidak menghendaki persoalan rokok diselesaikan dengan hanya merakit alasan-alasan ushuliyah belaka. Lebih dari itu Majelis menghendaki masalah hukum rokok mesti dituntaskan dengan pendekatan yang komprehensif. Disini Majelis gunakan dua model ijtihad bayani dan burhani secara sekaligus. Ijtihad bayani ditunjukkan dengan perujukan nash-nash al-Qur’an dan Hadis secara komprehensif. Sedangkan ijtihad burhani ditunjukan oleh penggunaan ilmu kedokteran dan ilmu ekonomi serta keilmuan aktivis yang mengkonfirmasi kebenaran dalil-dalil nash. Sementara memperhatikan tujuan fatwa ini diketahui bahwa Majelis Tarjih Muhammadiyah hendak mengajak warga Muhammadiyah khususnya dan ummat Islam pada umumnya untuk hidup bersih dari berbagai hal yang dapat melemahkan jiwa dan raga sedemikian rupa sehingga berpotensi untuk melemahkan generasi yang dicitakan nusa bangsa dan agama.

Boleh jadi belum banyak yang mengetahui bahwa pada tahun yang sama Majelis Tarjih menghasilkan dua draf putusan Fiqih al-Ma’un serta Fiqih Perempuan. Dua rancangan putusan tersebut sama sekali jauh dari ciri-ciri kanan. Yang pertama mengusung spirit inklusivisme Islam yang menjadi “tenda” untuk semua yang diajarkan agama ini. Sedangkan yang kedua membawa pesan Islam yang ramah terhadap perempuan. Dua hal yang justru menjadi musuh “ajaran” mazhab kanan.

Adalah jadi harapan dari semua warga Persyarikatan kepada Majelis Tarjih Muhammadiyah untuk tetap mengusung gerak tajdid Muhammadiyah dengan menghasilkan berbagai produk tuntunan yang berkemajuan. Semoga.

Wallahu A’lam bish-Shawab.

 
Wawan Gunawan Abdul Wahid
Alumni Angkatan Pertama PP Darul Arqam Muhammadiyah Garut Jabar (1978-1984)
Dosen Fak. Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Trilogi Fiqih Muhammadiyah
session 3 : -