Beberapa waktu yang lalu seseorang yang bernama Ali Shodiqin membuat buku berjudul "Muhammadiyah itu NU!". Sayangnya jikalau NU begitu sigap dalam soal pemikiran, sampai saat ini belum ada ustadz Muhammadiyah yang membuat buku tandingan atau bantahan atas buku tersebut. Bahkan Pak Ali Shodiqin masih tenang-tenang saja menyebarkan idenya, seolah-olah kita membenarkan gagasan si penulis tersebut.
Untungnya ada segelintir anak-anak muda Muhammadiyah yang sadar terhadap "ghazwul fikri" yang coba dilakukan terhadap Muhammadiyah. Anak-anak muda ini menulis bantahan-bantahan terhadap tulisan Ali Shodiqin tersebut di web lalu dikumpulkan menjadi sebuah buku saku. Tentu ilmu mereka masih sangat sedikit, hanya dengan bermodal ghirah mereka nekat masuk ke dalam perang pemikiran, sebagai respon dikarenakan ustadz-ustadz Muhammadiyahnya mungkin sedang sibuk mengurus amal-amal sosial.
Anak-anak muda ini pun gelisah melihat kejumudan pergerakan Muhammadiyah dalam derasnya arus informasi. Jikalau dahulu Muhammadiyah adalah pelopor maka sekarang Muhammadiyah adalah pengekor. Dulu Muhammadiyah pelopor panti asuhan Islam, pelopor sekolah Islam modern, pelopor rumah sakit Islam dll. Sekarang orang lain sudah buat tv, Muhammadiyah baru buat tv. Orang lain sudah buat radio, Muhammadiyah baru buat radio. Orang lain sudah buat web, kita baru buat web. Dahulu pelopor sekarang pengekor.
Bahkan banyak hal-hal yang orang sudah mapan kita malah masih terseok-seok. Misalnya soal penerbitan, di gerakan-gerakan revivalis sangat mudah menemukan buku-buku terbitan mereka. Misalnya gema insani pers, pustaka al kautsar, dll. Di NU pun sudah mulai muncul penerbit yang mapan, misalkan LKIS. Bahkan syiah pun sudah punya banyak penerbit. Penerbit Muhammadiyah yang saya tahu Suara Muhammadiyah dan Al Wasath punya pak Faozan Amar, Sayangnya saya masih belum melihat penerbit-penerbit Muhammadiyah dalam Book Fair yang rutin diadakan di berbagai daerah.
Tentu mudah bagi kita untuk berapologi, ah lihat sekolah-sekolah Muhammadyah ada dimana-mana. Amal-amal sosial kita dimana-mana.. Tanah wakaf kita dimana-mana dll. Kyai Dahlan juga gak nyuruh kita menulis buku kok, yang penting membangun amal usaha. Jangan terlalu menggarap bidang pemikiran, yang penting amal nyata.
Memang betul, Islam itu agama amal, bukan cuma pemikiran yang mengawang-awang. Tapi coba bayangkan jikalau amal-amal usaha kita yang jumlahnya ribuan itu melakukan aktifitasnya tanpa ruh kemuhammadiyahan. Mereka bekerja ya sekedar cari nafkah saja. Kenapa ruh kemuhammadiyahan hilang, karena jarang orang yang mau menulis tentang Muhammadiyah. Kita kadung minder dengan harakah-harakah lain yang terlihat lebih "seksi" dikarenakan menawarkan kesejukan spiritual. Kita kadung gak percaya diri karena kita anggap Muhammadiyah itu identitas bawaan lahir, bukan gerakan yang dihasilkan dalam renungan filosofis.
Oleh karena itu hendaknya upaya-upaya sebagian warga Muhammadiyah yang peduli terhadap eksistensi Muhammadiyah melalui media jangan dianggap ancaman. Namun harus selalu didukung, diberi masukan positif dan konstruktif karena semuanya juga sama-sama sedang belajar.
Robby Karman
-Aktivis IMM Bogor-
No comments:
Post a Comment