Adakah hubungan antara perbuatan korupsi dengan kecerdasan seseorang ? Fakta Empirik menunjukkan bahwa para koruptor itu berpendidikan tinggi artinya mereka itu orang - orang cerdas.
Kalau tidak cerdas, mana mungkin mereka bisa ngakali, ngapusi, dan ngemplang uang negara atau uang rakyat. Namun jenis kecerdasan apakah yang membuat mereka itu menjadi korup? Boleh jadi, mereka itu cerdas secara intelektual, tetapi tidak cerdas secara spiritual sekaligus tidak cerdas dzikrul maut-nya. Akal yang digunakan untuk merencanakan korupsi itu adalah "akal bulus., akal yang dijajah oleh hawa nafsu.
Menurut pengamatan saya, ada satu kecerdasan "baru" yang selama ini kurang dibincangkan, yaitu kecerdasan dzikrul maut (ingat mati, mengingat kematian). Padahal Rasulullah saw sejak empat belas abad lalu sudah mengisyaratkan jenis kecerdasan ini. Kecerdasan ini sangat penting dimiliki oleh siapa pun, karena semua manusia tidak ada yang bisa mengelak dari kematian. Melalui kematian, manusia melakukan "mudik ke kampung lIahi".
Abdullah ibn 'Umar ra. meriwayatkan bahwa pada suatu hari ia bersama Rasulullah saw, lalu ada seorang sahabat Anshar datang dan mengucapkan salam kepada beliau. Setelah Rasul menjawab salam, orang itu bertanya: "Ya Rasulullah, siapa di antara orang Mukmin yang terbaik ituT Beliau menjawab: "Mukmin yang paling baik akhlaknya". lalu orang itu bertanya lagi: "Siapa orang yang paling cerdas". Beliau menjawab: "Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap mempersiapkan diri setelah kematian. Mereka itulah orang yang paling cerdas." (HR. Ibn Majah)
Ternyata puncak kecerdasan yang harus dimiliki Mukmin adalah kecerdasan dzikrul maul, bukan kecerdasan intelegensi, emosi, matematika, spatial, intrapersonal, sosial, musikal, natural, dan sebagainya, seperti yang dicetuskan oleh Howard Gardner dengan teori multiple intelegencies-nya. Namun, kecerdasan dzikrul maut seringkali diabaikan, padahal kematian itu sebuah kepastian. "Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya (pasti). Itulah yang dahulu hendak kamu hindari." (Os. Oaf [50]: 19)
Dalam konteks itu, Allah SwT juga bertirman: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Os. Ali Imran [3]: 185). Selagi kita masih diberi kesempatan hidup oleh Allah SwT, maka kehidupan dunia ini semestinya tidak memperdayai kecerdasan dzikrul maut, sehingga kita lebih bersiap-siap menemui-Nya melalaui perjalanan "pulang" yang disebut kematian.
Peristiwa kematian merupakan pelajaran paling berharga. Orang yang menggunakan kecerdasan dzikrul maut-nya akan segera mendapat .sinyal dekatnya" waktu untuk pulang menuju kampung Ilahi. Sehingga jalan kehidupan yang ditempuhnya hanyalah jalan takwa dan ketaatan, bukan jalan kemunkaran dan kemaksiatan, termasuk korupsi. Kalau seseorang itu ingat mati dengan segala konsekuensinya, mestinya tidak akan pernah mencoba korupsi, apalagi menjadikannya sebagai hobi dan budaya. Jika kematian sudah menjadi "Iampu terang" yang menyinari jalan hidupnya, pastilah seseorang tidak akan pernah berpikir untuk korupsi.
Oleh karena itu, kecerdasan dzikrul maut idealnya selalu dicamkan dalam diri kita, sehingga dapat menginsafkan dan menyadarkan diri kita semua bahwa kehidupan dunia ini sangat sebentar, tidak abadi, dan tidak jarang membuat banyak orang terpedaya olehnya. Menurut Syeikh ad-Daqqaq, siapa yang banyak mengingat kematian, maka Allah SwT akan memuliakannya dengan tiga hal, yaitu: menyegerakan diri untuk bertaubat, memiliki hati yang qanil'ah (merasa cukup dan bersyukur atas rahmat dan karuniaNya), dan menggiatkan amal ibadahnya.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki kecerdasan dzikrul maut atau melupakan dan meremehkan kematian, maka Allah akan menghukumnya dengan tiga hal. Yaitu: menunda-nunda tau bat, tidak mensyukuri dan tidak ridla terhadap pemberian Allah yang sedikit, dan bermalas-malasan dalam beribadah.
Kecerdasan dzikrul maut juga merupakan salah satu kunci kebahagiaan hidup, karena orang yang selalu mengingat kematian pasti berupaya semaksimal mungkin untuk mengingat Allah SwT (dzikrullah). Karena itu, sungguh relevan nasehatseorang sufi bahwa jika engkau ingin merengkuh kebahagiaan sejati, ingatlah dua hal dan lupakanlah dua hallainnya.
Dua hal yang harus terus diingat adalah berdzikir kepada Allah SWT (dzikrullah) dan mengingat kematian (dzikrul maut). Sedangkan dua hal yang harus dilupakan adalah perbuatan atau jasa baik yang pernah diberikan kepada orang lain dan perlakuan buruk orang lain kepada kita. Dzikrullah dan dzikrul maut menghidupkan hati untuk selalu mendekatkan diri kepadaNya dan merindukan surga-Nya.
Dengan demikian, melejitkan kecerdasan dzikrul maut merupakan salah satu kunci kebahagiaan dan kenikmatan spiritual yang dapat mengantarkan kita kepada husnul khiltimah. Dalam hal ini, Ali bin Abi Thalib -karramallahu wajhah-pernah berpesan: "Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah bahwa kalian cenderung memperturutkan hawa nafsu (ittiba' al-hawa) dan banyak berangan-angan. Memperturutkan hawa nafsu dapat menghalanginya dari kebenaran, sedangkan panjang angan-angan itu dapat melupakan akhirat.". (suaramuhammadiyah/SP )
Muhbib A Wahab adalah Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No comments:
Post a Comment