Saturday, May 31, 2014

Tarif Nikah Resmi : Di KUA Gratis, Di Luar KUA Rp. 600.000,-

Revisi tarif pernikahan akan berlaku mulai Juni 2014. Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Muhammad Jasin, menjelaskan, peraturan itu kini sedang menunggu persetujuan Menteri dan Presiden. "Tinggal ditandatangani," ujarnya, Minggu, 25 Mei  2014.

Revisi tarif pernikahan dibuat untuk menghindari praktek gratifikasi terhadap para juru nikah. Peluang itu muncul karena Peraturan Pemerintah yang berlaku saat ini tidak mengatur besaran biaya bagi pasangan yang akan menikah di luar Kantor Urusan Agama. 

Dalam ketentuan yang baru, kata Jasin, pemerintah akan menghapus semua biaya pernikahan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 47 Tahun 2004. Pasangan yang menikah tidak perlu lagi membayar biaya administrasi sebesar Rp 30 ribu. "Asalkan berkenan menikah di Kantor Urusan Agama," katanya.

Aturan beban tarif baru berlaku bagi pasangan yang berencana menikah di luar KUA. Bagi mereka, pemerintah akan mengenakan tarif sebesar Rp 600 ribu. Tarif itu juga berlaku bagi masyarakat yang tinggal di pelosok. "Semua biaya transport penghulu akan ditanggung pemerintah," katanya.

Pengelolaan dana itu nantinya akan dikerjasamakan dengan sejumlah bank yang memiliki jaringan hingga pelosok. "MoU dengan bank-bank itu akan dibuat setelah peraturan itu disetujui Presiden. Jadi dananya bisa langsung masuk ke rekening pemerintah," kata Jasin.

Jasin mengakui layanan nikah saat ini belum sepenuhnya bisa menjawab kebutuhan lantaran keterbatasan petugas. Di Jawa Timur, misalnya. Rasio yang ideal untuk juru nikah adalah 600 orang. "Kondisi di lapangan saat ini baru mencapai 400-an petugas," kata dia.

Untuk menutupi kekurangan tersebut, Kementerian Agama akan mengajukan permohonan penambahan petugas. "Kami akan ajukan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Tapi tentu harus ada analisis beban kerja yang tepat. Yang jelas, perbaikannya akan kami lakukan secara bertahap," kata dia.(rol/SP)

Perempuan Menurut AI-Qur'an Menurut Buku AI-Mar 'ah Al-Muslimah Baina Tahrir Al-Quran Wa Taqyid Al-Fuqaha

Memperjuangkan hak-hak perempuan sama haknya dengan memperjuangkan nilai-nilai AI-Qur'an itu sendiri, lantaran AI-Qur'an sejatinya adalah Kitab Suci yang mengangkat derajat wanita sarna seperti laki-Iaki, dalam hak dan kewajiban. Pada prinsipnya AI-Qur'an melawan segala bentuk ketidakadilan, eksploitasi ekonomi, penindasan .politik, dominasi budaya, dominasi jender dan segala bentuk ketidakseimbangan lainnya.

Dalam membicarakan masalah relasi laki-Iaki dan perempuan, AI-Qur'an menempatkan prinsip kemitrasejajaran maupun kesetaraan sebagai basis epistemologinya, bahkan dalam beberapa ayat yang ada di dalamnya menegaskan kesetaraan tersebut (Yunahar lIyas, 2006: 2). Kesetaraan yang paling tinggi dijelaskan oleh AI-Qur'an adalah memasukkan segala permasalahan perempuan dalam bingkai keimanan sebagai landasan filosofis teologis. Jadi perempuan dan laki-Iaki secara prinsip mempunyai kedudukan keimanan di hadapan Allah secara egaliter (sederajat). Hal ini ditegaskan Allah secara langsung dalam AI¬Qur'an surat At-Taubah ayat 71:

Dan orang-orang yang beriman, laki-Iaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-NYA. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

Kemudian perempuan dan laki-Iaki diciptakan dari dua jenis yang berbeda dan mempunyai derajat yang sama di hadapan Tuhan. Hal ini ditegaskan dalam surat AI-Hujarat ayat 13:
Wahai manusia! Sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-Iaki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti

Salah satu hal yang menghambat kesetaraan antara laki-Iaki dan perempuan adalah pandangan para fuqaha klasik. Meskipun AI-Qur'an membebaskan perempuan dari belenggu diskriminasi, akan tetapi fiqih klasik justru mereduksi nilai-nilai Qur'an itu sendiri. Fiqih sejatinya adalah sebuah hasil dialektika antara mujtahid dan realitas yang bersandarkan pada prinsip-prinsip universal yang dibawa AI-Qur'an dan Sunnah Nabi. Jadi fiqih sangat berbeda dengan wahyu yang sakral, lantaran dari segi estimologinya fiqih adalah pemahaman. Menurut Jasser Auda (2008), fiqih adalah hasil pemahaman manusia dan refleksi (hasil ijtihad) terhadap teks teks yang menjadi rujukan sumber hukum Islam. Fiqih menurut Auda adalah proses mental kognitif dan pemahaman manusia. Pemahaman manusia tersebut mungkin benar dan mungkin salah. Pemisahan antara teks (AI-Qur'an dan Sunnah) terhadap pemahaman seseorang terhadap teks adalah suatu keniscayaan.

Adanya perlakuan diskriminasi terhadap perempuan bukan tanpa didasari alasan. Sebagai contoh dalam masalah hak ijbar atau hak memaksa anak gadis untuk menikah. Rata-rata fuqaha klasik membolehkan seorang wali menikahkan anak gadis secara paksa. Perdebatan seputar masalah kawin paksa (ijbar) ini hanya berkaitan dengan wanita, karena pada kenyataanya para ahli fiqih klasik sepakat bahwa laki-Iaki tidak boleh dikawinkan tanpa seizinnya. Padahal suatu pernikahan itu berdasarkan atas asas persetujuan kedua mempelai.

Dalam masalah kepemimpinan hampir dipastikan dalam berbagai Iiteratur fiqih klasik, para ulama juga sepakat bahwa seorang wanita tidak boleh menjadi pemimpin, termasuk dalam wilayah kehakiman. Para fuqaha seperti Malik bin Anas, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa syarat untuk menjadi hakim adalah laki-Iaki.Dalil normatif yang digunakan oleh mayoritas ahli fiqih adalah AI-Qur'an surat An-Nisa [4]:34 Kaum laki-Iaki itu adalah pemimpin. bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (Iaki-Iaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (Iaki-Iaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Para ahli tafsir mengartikan qiwamah dalam ayat di atas sebagai "pemimpin, pelindung, pengatur urusan" dan makna semisalnya. Ayat tersebut banyak ditafsirkan para ahli fiqih kJasik bahwa laki-Iaki mempunyai superioritas atas perempuan. Hal tersebut pada akhirnya memunculkan stigma bias gender karena mayoritas ahli fiqih klasik adalah laki-Iaki.Jamal al-Banna (selanjutnya disingkat Jamal) adalah salah satu pemikir produktif asal Mesir yang rasional, human is, egaliter, feminis, bahkan liberal. Bersama Qasim Amin, Jamal juga dikenal sebagai tokoh feminis Islam. Dalam permasalahan fiqih, Jamal al-Banna patut untuk dikedepankan. lewat ajakan revivalisnya (da'watu ihya) Jamal ingin mengajak umat untuk bersemangat ke arah pembaruan. Satu hal yang patut ditiru dari Jamal adalah kecenderungan yang kuat ke arah pembaruan dan penolakan terhadap taklid. Bagi Jamal kegelapan adalah penghormatan berlebih terhadap pendahulu dengan mensakralkan ajarannya. Dan realitas serupa terulang kembali pada umat Islam ,sekarang dengan perwajahan yang berbada. Jamal membahasakan, "Islam sejatinya menghendaki manusia, akan tetapi pakar fiqih justru menghendaki Islam" (al-Islam arada al-insan, wa lakinna al-fuqaha' aradu ai-Islam).

Jamal al-Banna dalam bukunya al-Mar'ah al-Muslimah baina Tahrir AI-Qur'an Wa Taqyid Fuqaha (Perempuan Muslimah, antara Pembebasan AJ-Qur'an dan Belenggu Fukaha) ingin merevolusi stigma negatif yang disematkan pada perempuan. Paling tidak lewat karyanya ini ia ingin menjembatani pemahaman ahli fiqih klasik dan nilai-nilai AI-Qur'an. lebih tegasnya lagi, ia ingin mengatakan bahwa AI­Qur'an datang untuk membebaskan perempuan, bukan membatasi sebagaimana dilakukan para ahli fiqih. Epistemologi yang digunakan ahli fiqih klasik kerapkali bertentangan dengan nilai-nilai AI-Qur'an. Hal tersebut diperparah dengan pengamatan Jamal terhadap para pengkaji perempuan kontemporer khususnya orientalis, peneliti dan dosen di universitas. Jika mereka ingin melakukan penelitian perempuan dalam Islam, yang menjadi rujukan utama adalah para ahli fiqih klasik bukan langsung pada sumbernya yaitu AI-Qur'an.

Pemikiran Jamal memang sedikit keluar dari mainstream ulama. Sebagai contoh dalam permasalahan talak. Jamal berpendapat bahwa talak dapat terjadi apabila pasangan suami istri saling ridla terhadap keputusan. Jamal juga mengatakan bahwa keputusan talak ada di tangan suami terlalu otoriter. Dalam hal perkawinan Jamal juga mempunyai pendapat yang sangat "berani". la mengkritik pandangan mayoritas ulama fiqih yang memandang pernikahan sebagai akad kepemilikan. Sehingga bermakna perempuan itu adalah milik laki-Iaki. Misalnya al-Jazairi yang mengartikan bahwa nikah adalah akad yang dapat memberikan hak kepada laki-Iaki untuk memanfaatkan tubuh perempuan demi kenikmatan seksualnya. Dari definisi tersebut nampak jelas bahwa pernikahan hanya dimaksudkan sebagai wahana kenikmatan seksual, ataupun pelampiasan nafsu semata sebagai tujuan utama, sehingga akan hilang perkawinan sebagai interaksi memiliki makna kemanusiaan, cinta, mawadah dan rahmah. Selain itu penikmatan seksual tersebut hanya diberikan kepada laki-Iaki, bukan kepada perempuan.

Pernikahan seharusnya juga tidak banyak membebankan suami istri'dengan syarat dan prosedurnya. Menurut Jamal al-Banna, pernikahan tidak harus membutuhkan wali, saksi maupun mahar. Jamal mengkritik para fuqaha yang terlalu mengekang sistem pernikahan menjadi seperti ini. Padahal sejatinya terdapat nash-nash dalam AI-Qur'an yang memerintahkan adanya wali hanya untuk budak hamba sahaya bukan untuk wanita merdeka. Jamal berargumen bahwa keharusan wali adalah untuk budakl hamba sahaya yang tercantum dalam ayatAl-Qur'an suratAn-Nisa ayat 25:

Dan barangsiapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka (dihalalkan menikahi perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu, sebagian dari kamu adalah dari sebagian yang lain, karena itu nikahilah mereka dengan izin walinya.

Dari ayat di atas difahami dengan mahfum mukhalafah bahwa jika seo­rang budak mengharuskan wali, maka sejatinya untuk orang yang merdeka tidak mensyaratkan adanya wali.
Metodologi yang digunakan oleh Jamal al-Banna dalam beristimbat tampaknya lebih mengedepankan dominasi AI-Qur'an dari pada Sunnah.

Bahkan dalam buku Nahwa Fiqh Jadid (Menuju Fiqih Baru) ditegaskan untuk memahami fiqih kontemporer sentralitas dan keunggulan akal lebih dikedepankan daripada wahyu. Tidak sedikit ulama yang mengkritik ijtihad progresif Jamal, lantaran telah menerobos sesuatu yang tsawabit (hal-hal yang tetap) dalam agama.(suaramuhammadiyah/SP)

 Royan Utsany, Lc, Staf Pengajar di Madrasah Muallimin dan Stikes Aisyiyah Yogyakarta.

Agar Rasulullah SAW Menjadi Idola Anak


Oleh:  Jannah Rauhiyatul*
Awalnya memang terasa sulit, ketika kita menginginkan anak-anak kita mengidolakan Rasulullah Saw. junjungan kita. Justru anak-anak lebih mengenal Superman, Spiderman atau malah Spongebob. Alasannya gampang, karena tokoh-tokoh tersebut bisa mereka saksikan lewat animasi, sedangkan Rasulullah hanya mereka kenal lewat teks book, atau bahkan hanya dari cerita bundanya.
Jarak beratus tahun dan gambaran yang samar-samar bagi anak-anak, membuat anak sulit membayangkan sebenarnya seperti apa sosok Rasulullah Saw. tersebut. Bahkan tidak dipungkiri, orang dewasa saja sulit membayangkan siapa Rasulullah Saw.
Sedangkan tokoh heroik yang nyatanya fiktif, lebih mendarah daging dalam imajinasi mereka. Sekeras apapun usaha kita membuat anak-anak faham, bahwa mereka sebenarnya tidak berwujud, cuma khayalan.
Sebenarnya ini adalah kisah nyata pribadi, bagaimana berusaha menjadikan Nabi Muhammad menjadi hebat dimata anak lelaki berusia 5 tahun. Berawal dari keinginan menanamkan pada anak, kisah yang nyata, kekasih manusia dan penuh hikmah. Maka dalam menyajikan kisah tersebut, butuh kerja keras meramu kata. Hingga akhirnya Nabi Muhammad Saw. hebat dimata anak.
Bertolak dari pemikiran, kalau ingin anak menjadi jujur, jangan jejali anak dengan dusta. Memberikan kisah yang fiktif pada mereka, kemudian mereka menjadi sangat gandrung. Padahal didalam kisah tersebut, sulit menemukan makna. Nilai apa sebenarnya yang ingin disampaikan, karena tertutupi oleh jalan cerita yang terlalu heroik bahkan overload untuk otak anak-anak, terutama pra sekolah. Dan tidak jarang, dalam versi film nya, tokoh heroik tersebut terlibat kisah cinta yang semakin sulit dipahami anak dan meracuni pikiran mereka.
Kemudian setelah menyadari bahwa sebenarnya kisah tersebut, tidak bermafaat untuk anak, kita berusaha keras mengatakan bahwa tokoh yang mereka gandrungi sebenarnya tidak ada. Hanya tokoh khayalan. Bukankah anak akan berpikir keras, apakah ini dusta?
Tentu reaksi pertama yang terjadi pada anak, mereka akan protes. Bagaimana tidak, tokoh yang selama ini sering sekali mereka lihat, dalam film, animasi bahkan komik, da terasa begitu nyata, tahu-tahu di dikte adalah bohong belaka.
Semakin keras memaksa anak melupakan atau menghapus penokohan dari otak mereka, maka akan semakin keras pula penolakan mereka. Anak semakin menantang membuktikan, kalau jagoan mereka benar adanya.
Tapi, membiarkan mereka tetap berada dalam khayalan, juga cukup beresiko. Ada sebuah kasus yang terjadi di Kalimantan, ketika seorang anak melompat dari lantai 2 balkon rumahnya. Anak terjatuh dengan sebuah kain terikat di bagian belakang badannya, mirip dengan salah satu tokoh. Alasannya sederhana, dia ingin menjadi tokoh tersebut.
Bukankah hal yang membuat hati miris, ketika anak terobsesi menjadi tokoh yang tidak ada, bahkan membuat mereka berada dalam bahaya. Nilai-nilai yang kemudian mereka adopsi pun adalah nilai yang kebanyakannya tidak pantas untuk seusianya. Lumrahnya setiap anak akan sulit menyerap makna dari cerita dengan melibatkan banyak penokohan. Apalagi dengan jalan cerita yang berbelit.
Tidak bisa dipungkiri kalau setiap orangtua ingin agar anak menjadi jauh lebih baik dari orang tuanya. Baik dari segi prestasi akademik maupun perkembangan mental dan akhlak. Semua orang tua bermimpi kalau anaknya bisa bahagia kelak. Dan pasti akan bangga jika anaknya memiliki kecintaan akan agama di usianya yang belia.
Rasulullah Saw. adalah bagian tidak terpisahkan dari agama Allah. Beliau adalah panutan dan pembawa mukjizat terakhir yaitu Al-qur’an dan Islam. Setiap muslim punya kewajiban cinta terhadap beliau, terhadap kekasih Allah, dan itu melebihi dirinya sendiri. Cinta pada Rasulullah adalah keharusan bukan pilihan.
Tidak kenal maka tidak cinta, itu benar adanya. Bagaimana kita mencintai Rasulullah Saw. Jika kita tidak mengenal sosok Rasulullah yang terpisah oleh jarak ribuan tahun dengan kita. Menyusuri sirah nabi adalah satu solusi.
Banyak literatur yang bisa menjadi acuan dan bacaan wajib. Mulai dari literatur sejarah kehidupan dan perjalanan Rasulullah. Hingga dokumentasi berbagai situs bersejarah warisan Rasulullah dan nabi-nabi terdahulu. Seperti Ka’bah, Masjid Nabawi, Hajar Aswad, Sumur Zam-zam dan masih banyak lagi. Jaman sudah semakin canggih, bahkan dunia maya pun menyajikan banyak bahan pembuktian tentang islam dan kebenarannya.
Sebagai orang tua, kita adalah contoh bagi anak. Mulailah dari diri kita sendiri. Ketika kerinduan kita sendiri sudah membuncah akan Rasulullah Saw. Maka akan mudah bagi kita memulainya pada anak. Katakan pada buah hati kita, tentang kecintaan kita pada sosok Rasulullah Saw. Ucapkan dengan bahasa mereka bagaimana kita sangat merindukan Rasulullah Saw.
Anak tentunya penasaran, siapa dia yang dirindukan ayah dan bundanya. Hebatkah orang tersebut. Anak akan mulai bertanya, siapa dia? Dan dimana? Jika rasa penasaran dalam diri anak mulai muncul, disitulah jalan bagi kita mengenalkan diri Rasulullah Saw. pada anak.
Berceritalah dengan diawali perjalanan Rasulullah Saw yang paling heroik dimata anak. Semisal kisah dimana Saidina Abubakar ra. Digigit ular dan Rasulullah Saw. mengobatinya. Bukankah itu hebat dimata anak-anak? Rasulullah Saw. pasti adalah orang sakti, begitu pikir anak.
Atau kisah dimana Saidina Ali Bin Abi Tholib ra. Pemuda yang sangat berani menggantikan tempat Rasulullah untuk menipu penjahat Quraisy. Dan disitu pula dikisahkan bahwa Rasulullah Saw. berhasil mengelabui para penjahat dan kabur. Bukankah itu juga heroik?
Anak tentu akan semakin kagum dengan sosok Rasulullah dan sahabat-sahabatnya yang begitu setia. Buatlah kata-kata berima dan menyenangkan di telinga anak. Kita akan melihat bagaimana anak akan terkagum-kagum dan semakin penasaran, dengan tokoh baru yang diceritakan ayah dan bundanya.
Dan tentu saja ini nyata. Ini kisah panutan hidup yang harus dicontoh oleh setiap muslim. Bagaimana Rasulullah adalah seorang panglima perang yang hebat, bagaimana Rasulullah adalah pedagang dan penggembala kambing yang jujur dan rendah hati. Tentang bagaimana sahabat-sahabatnya yang setia. Kasih sayang Rasulullah Saw. kepada semua orang didekatnya. Masih banyak sekali kisah-kisah heroik yang terjadi sepanjang perjalanan kehidupan rasulullah Saw. Kisah yang kaya akan hikmah.
Tidak ada nilai negatif dari sirah nabi. Dan tidak ada dusta disana. Semuanya nyata. Kebenaran yang sejak sekarang anak-anak harus tahu kenyataannya. Jangan menunda mengenalkan siapa Rasulullah ketika anak sudah beranjak dewasa. Saat itu sudah banyak polutan yang masuk ke dalam otak mereka.
Menjadikan anak mengidolakan Rasulullah Saw. Adalah benteng yang kokoh untuk pondasi akhlak mereka dimasa yang akan datang.
* Penulis adalah simpatisan Muhammadiyah di Samarinda.

Tafsir At Tanwir : ( QS. Al Baqarah ayat 97 - 101 ) Allah musuh Orang - Orang Yang Ingkar

Artinya : (97) Katakanlah (Muhammad) "Barang siapa menjadi musuh Jibril maka (ketahuilah) bahwa dialah yang telah menurunkan (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan izin Allah, membenarkan apa (kitab - kitab) yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang - orang yang beriman. (98) Barang siapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rasul-Rasulnya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir. (99) Dan sungguh, Kami telah menurunkan ayat-ayat yang jelas kepadamu (Muhammad), dan tidaklah ada yang mengingkarinya selain orang-orang fasik. (100) Dan mengapa setiap kali mereka mengikat janji, sekelompok mereka melanggarnya? Sedangkan sebagian besar mereka tidak beriman. (101) Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul (Muhammad) dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah itu ke belakang (punggung) seakan-akan mereka tidak tahu.
( Al Baqarah ayat 97 - 101 )
 
Dalam ayat-ayat sebelumnya dikemukakan orang-orang Yahudi mengapa mereka tidak beriman kepada Nabi Muhammad. Kemudian Allah membatalkan tuduhan mereka dengan mengemukakan dalil yang kuat. Dalam ayat ini Allah menyebutkan alasan lain yang lebih kuat dari alasan-alasan yang mereka kemukakan. Di antara alasan mereka adalah bahwa Jibril yang membawa wahyu kepada Nabi Muhammad adalah musuh mereka. Itulah sebabnya merka tidak mau percaya sedikitpun kepada wahyu yang di bawahnya. Menurut Ibnu Katsir, telah disepakati oleh para ulama, bahwa ayat ini diturunkan Allah sebagai jawaban terhadap orang Yahudi dari kalangan Bani Israil yang menganggap Jibril itu sebagai musuh mereka. Setelah itu Allah menjelaskan sbab-sebab kenapa mereka mengingkari, bahkan memusuhu Nabi Muhammad, yaitu karena sebagain besar mereka mengingkari isi Kitab Taurat yang di dalamnya terdapat kabar gembira (informasi) tentang kedatangan Nabi Muhammad.

Jibril, dalam ayat lain disebut juga dengan gelar Ar-Ruh al-Amin (Roh yang dapat dipercaya), dan Ruh Qudus (Roh yang suci), yakni malaikat utusan Allah yang membawakan wahyu-Nya kepada Muhammad. Dalam beberapa hadits riwayat al-Bukhori, Muslim dan Ahmad disebut juga dengan namus seperti yang ditrunkan kepada Nabi Musa as, atau an-Namus Al-Akbar.

 Wahyu dan semua ajaran Allah pada dasarnya adalah satu, disampaikan Allah melalui Malaikat Jibril sebagai Rasul atau utusan-Nya yang juga diturunkan kepada beberapa Rasul dan Nabi dalam suatu bangsa atau masyarakat sebelum itu. Para Nabi dan Rasul itu ada yang tidak diberitahu namanya oleh  Allah dan ada pula yang diberitahu oleh Allah seperti Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya, karena wahyu yang dibawa oleh Jibril atas perintah Allah disampaikan kepada siapa saja di atara hamba-Nya untuk memberikan peringatan kepada kaumnya.

Menurut riwayat at Turmudzi, orang-orang Yahudi mengatakan kepada Nabi Muhammad bahwa dia bukanlah seorang Nabi, kecuali kalau datang kepadanya seorang malaikat dari para malaikat Tuhannya dengan membawa risalah. Mereka bertanya, lantas, siapa yang menemani engkau sehingga kami mengikuti engkau? Nabi menjawab, Jibril. Mereka pun berkata, itulah dia yang membawa peperangan dan pembunuhan sebagai permusuhan. Sekiranya engkau katakan Mikail yang turun dengan membawa kasih sayang, niscaya kami  ikuti engkau, maka Allah menurunkan ayat 97 ini. Ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad agar mengatakan kepada orang-orang yahudi yang ada di masa Rasulullah bahwa siapa saja yang memandang Jibril sebagai musuh, maka di antara tugas Malaikat Jibril itu adalah menurunkan wahyu Allah ke lubuk hati Nabi Muhammad. Penurunan wahyu (berupa Al Qur’an) kepada Nabi Muhammad tersebut bukan atas kehendak Jibril, akan tetapi merupakan perintah Allah. Hal itu disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad karena orang-orang Yahudi memandang Jibril sebagai musuh mereka lantaran menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad. Allah tegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Jibril bukan karena keinginan Jibril itu sendiri, akan tetapi atas izin dan kehendak Allah. Hal itu sesuai dengan pengertian wahyu itu sendiri, yaitu kalam Allah kepada Nabi-Nabi-Nya.

Selanjutnya disampaikan Allah bahwa Al-Qur’an itu membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Hal itu berarti bahwa Al-Qur’an itu membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Hal itu berarti bahwa Al-Qur’an senada dan seirama dengan kitab-kitab sebelumnya, yaitu dalam hal mengajak umat kepada tauhid (meyakini keeasaan Allah) dan kepada kebenaran. Di samping itu Alqur’an berfungsi sebagai petunjuk agar manusia tidak tersesat ke dalam bid’ah atau penyimpangan dari kebenaran begitu juga, Alqur’an tersebut berisi berita gembira (busyra) bagi orang-orang yang beriman.

Adapun ayat 98 mengingatkan bahwa siapa saja yag menyatakan permusuhan terhadap Allah, para malaikat, para Rasul, bahwa Jibril dan Mikail, maka Allah pun akan memusuhi orang-orang yang kafir tersebut. Hal itu diungkap Allah dengan kalimat “fainnallah aduwun lilkafirin. Hal itu dikarenakan Allah benci kepada orang yang memusuhi siapapun di antara para pembantu-Nya, sehingga siapa saja yang memusuhi mereka berarti memusuhi Allah. Memusuhi Allah antara lain dalam bentuk melanggar perintah-Nya, melakukan pembangkangan dengan jalan tidak mau menaati-Nya, dan juga mengingkari apa yang diturunkan-Nya. Selanjutnya memusuhu para malaikat dengan cara membenci pekerjaan para malaikat tersebut. Sedangkan memusuhi para Rasul yaitu antara lain dengan tidak mengakui mereka sebagai Rasul. Selanjutnya memusuhi Jibril dan Mikail yaitu dengan menuduh bahwa keduanya (Jibril dan Mikail) telah membocorkan rahasia-rahasia mereka, bahkan juga keduanya selalu memberikan ancaman kepada mereka (kaum Yahudi). Dengan perilaku kaum Yahudi yang demikian, berarti Allah pun memusuhui mereka karena mereka memusuhi kebenaran lantaran tidak mau mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah.

Ayat 99 menginformasikan bahwa Allah telah menurunkan kepada Nabi Muhammad saw ayat-ayat yang jelas yang dalam ayat ini diistilahkan dengan ayatin bayyinat. Hal itu mengisyaratkan bahwa ajaran (akidah) yang digariskan Allah dalam Al-Qur’an tersebut ditunjang pula oleh dalil-dalil, hukum-hukum amaliyah dan manfaat-manfaat yang dikandungnya. Oleh karena itu dibutuhkan lagi dalil lain untuk menjelaskan maksud-maksudnya. Kemudian ditegaskan oleh Allah bahwa hanya orang-orang fasiklah yang tidak mengimani kebenaran Al-Qur’an Dalam ayat ini dijelaskan sebab Bani Israil tidak mau mengimani kenabian Muhammad, walaupun telah didukung oleh mukjizat sebagai bukti kerasulannya, yaitu kefasikan dan penyimpangan dari fithrah. Dengan demikian berarti pula bahwa bila seseorang mempunyai keimanan yang kuat, memelihara fitrah beragama yang telah dianugerahkan Allah, termasuk betul-betul beriman kepada kitab-kitab terdahulu dari Al-Qur’an, sudah pasti akan mengimani Al-Qur’an dan Muhammad sebagai seorang Nabi dan Rasul yag kepadanya telah diturunkan Al-Qur’an.

Adapun ayat 100 menginformasikan bahwa orang-orang Yahudi tersebut begitu mudahnya mereka berjanji dan mengingkari janji yang mereka ikrarkan tersebut. Janji di sini maksudnya adalah janji orang Yahudi terhadap kenabian Nabi Muhammad. Bahkan, kebanyakan mereka tidak beriman kepada Nabi Muhammad. Orang-orang yang tidak mengimani Muhammad serta ajaran yang dibawanya dari kalangan Yahudi disebut juga dengan orang-orang fasik.

Ayat 101 menginformasikan bahwa ketika Nabi Muhammad datang kepada orang-orang Yahudi dengan membawa Al-Qur’an yang membenarkan kitab Tauat yang ada di tangan mereka, bahkan ajaran pokok Alqur’an dan Taurat itu sama, namun segologan di antara mereka yaitu para ulama mereka membuang (tidak mengamalkan) kitab Taurat itu, seolah-olah mereka tidak mengetahui. Artinya dengan membuang Kitab Taurat itu, mereka tidak mengetahui sedikitpun bukti-bukti kenabian Muhammad. Membuang kitab Taurat, dalam arti tidak memedomani kitab Taurat adalah merupakan salah satu taktik orang-orang Yahudi untuk tidak mengimani Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, sekaligus tidak meyakini Agama Islam yang dibawanya.

Pemaparan kisah pembangkangan orang-orang Yahudi dalam Al-Qur’an adalah dalam rangka memberikan peringatan terhadap kaum muslimin agar tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi. Tipe Yahudi adalah tipe yang dimurkai oleh Allah karena kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Di antara kesalahan-kesalahan tersebut adalah mengetahui kebenaran, akan tetapi tidak mengikutinya. Bahkan lebih dari itu berupaya untuk menghilangkan kebenaran tersebut. Malaikat Jibril menyampaikan kebenaran kepada Rasulullah.

Di masa sekarang, cukup banyak orang yang memusuhi kebenaran, mislanya tidak mau secara konsisten melaksanakan ajaran agama Islam, padahal mereka mengakui kebenaran Islam. Dengan demikian orang yang seperti itu disebut dengan orang-orang yang ingkar tersebut, baik yang berada di luar Islam, maupun yang menyatakan diri seorang Muslim, akan tetapi tidak melaksanakan ajaran Agama yang dianutnya.

Friday, May 30, 2014

Menteri Agama dan Dirjen Haji Mundur, Jamaah Haji Indonesia Terancam Terlantar

Setelah mundurnya Surya Dharma Ali sebagai Menteri Agama karena telah ditetapkan sebgai tersangka dalam kasus korupsi penyelenggaraan Haji, kali ini Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh Anggito Abimanyu menyatakan mengundurkan diri untuk fokus menghadapi pemeriksaan KPK dalam perkara kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Haji.

Mundurnya dua elit Kementerian Agama ini akan berdampak besar dalam penyelenggaraan Haji tahun ini mengingat hanya dalam hitungan bulan ibadah haji akan dilaksanakan. Pemerintah mencoba antisipasi dengan menunjuk Agung Laksono sebagai plt Menteri Agama dan juga menunjuk Dirjen Penyelenggaran Haji dan Umroh yang baru, namun rekasi pemerintah ini dianggap kurang cukup memberi rasa kepercayaan dan tenang bagi jamaah haji asal Indonesia yang akan melaksanakan ibadah Haji tahun ini

Persoalan penyelenggaraan Haji dari tahun ke tahun tidak kunjung usai mulai soal kuota haji, pemondokan haji, catering haji dan masib banyak pekerjaan rumah Kementerian Agama dalam penyelenggaraan Haji tahun ini, dengan musibah kasus korupsi yang melanda Kementerian Agama nada pesimisme mulai muncul akan perbaikan pelayanan Haji tahun ini.

Semoga Pemerintah segera mencari solusi yang terbaik agar jangan para jamaah haji yang sudah mengeluarkan dana cukup besar untuk bisa berHaji tidak mendapatkan pelayanan semestinya karena carut marut yang terjadi di Kementerian Agama.(SP)

Pemuda Muhammadiyah Kecam Intelejen Pengawasan Khotib Jum'at di Masjid

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay menentang adanya pengawasan terhadap khatib dan khotbah Jumat di dalam masjid.

"Pengawasan terhadap khatib dan khotbah Jumat dikhawatirkan akan menimbulkan fragmentasi sosial di tengah masyarakat. Selain itu, bisa juga menimbulkan kesan seolah-olah para khatib menjadi agen politik dari suatu kepentingan politik tertentu," kata Saleh Partaonan Daulay melalui pesan singkat di Jakarta, Jumat.

Menurut Saleh, masjid sebagai tempat suci berfungsi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Karena itu, tindakan pengawasan terhadap ceramah para khatib sangat provokatif.

Saya khawatir, ini bisa dilihat masyarakat sebagai upaya pengembalian rezim otoriter dengan masuknya intervensi ke rumah-rumah ibadah," tuturnya.

Saleh menduga pernyataan mengenai pengawasan terhadap khatib dan khotbah Jumat untuk menimbulkan kesan seolah-olah seseorang sedang dizalimi.

Padahal, sampai saat ini belum ada bukti kampanye hitam yang dilakukan di atas-atas mimbar Jumat.

Saleh mengatakan tindakan mengawasi khatib lebih berbahaya dari kampanye hitam. Sebab, tindakan pengawasan itu sudah bagian dari kampanye hitam.

"Tidak tanggung-tanggung, yang dituduh melakukan kampanye hitam adalah para ustadz yang selama ini bekerja keras membina umat," ujarnya.

Saleh menduga para penggagas pengawasan terhadap khotbah tidak memahami fungsi masjid secara baik dan memahami esensi dakwah Islam. Demi kepentingan politik sesaat, mereka mudah melemparkan tuduhan yang tidak bertanggung jawab.

"Fungsi mesjid itu banyak. Selain untuk ibadah, mesjid juga sering difungsikan untuk pemberdayaan umat baik dalam bidang ekonomi, budaya, sosial, dan juga politik. Mesjid tidak pernah difungsikan untuk menyebar fitnah. Para ustadz pasti tahu bahwa menyebar fitnah adalah perbuatan keji," pungkasnya.

Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan, pengawasan yang dilakukan oleh kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap khatib di masjid, sangat melukai perasaan umat Islam.

"Pengawasan itu sangat melukai umat Islam, sejak kapan mereka menjadi polisi agama?" tanya Amidhan di Jakarta, Jumat.

Jika polisi agama, sambung dia, wajar jika adanya pengawasan terhadap masjid.

"Sama seperti zaman penjajahan, bicara politik langsung dilaporkan ke polisi."

Menurut dia, hal biasa kalau soal bicara politik di masjid, yang tidak boleh adalah kampanye mengajak salah satu pasangan capres dan cawapres.

"Mengapa pengawasan hanya dilakukan di masjid, sedangkan gereja, pura, vihara dan lainnya tidak," kata dia lagi.

Menurut dia tidak adil, jika umat Islam mendapat perlakuan seperti itu.

Sebelumnya, salah satu anggota tim sukses Jokowi-JK, Eva Kusuma Sundari tidak menampik bahwa timnya menjalankan aksi intelijen untuk mengawasi adanya kampanye hitam dalam khotbah Jumat di masjid.(antaranews/SP)